Sabtu 11 Nov 2023 19:30 WIB

Tragis! Bayi-Bayi Prematur Meninggal Ketika Pasukan Israel Mengepung RS Al-Shifa

Sebanyak 39 bayi berisiko meninggal di rumah sakit Al-Shifa Gaza.

File - Dokter Palestina merawat bayi yang lahir prematur di salah satu rumah sakit di Jalur Gaza, 22 Oktober 2023.
Foto: AP Photo/Adel Hana
File - Dokter Palestina merawat bayi yang lahir prematur di salah satu rumah sakit di Jalur Gaza, 22 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Satu per satu bayi-bayi yang lahir prematur di rumah sakit (RS) Al-Shifa meninggal ketika pasukan Israel mengepung salah satu rumah sakit terbesar di Gaza tersebut. Bayi-bayi prematur tersebut dihubungkan ke inkubator namun aliran listrik di RS Al-Shifa padam, sehingga mereka tidak mendapat pasokan oksigen.

"Sebanyak 39 bayi berisiko meninggal di rumah sakit Al-Shifa di Gaza," kata Kementerian Kesehatan Palestina.

Baca Juga

Para staf di RS Al-Shifa saat ini mencoba memasok oksigen yang dihasilkan secara manual kepada bayi-bayi tersebut. Namun, pejabat kesehatan mengatakan bayi-bayi tersebut akan mulai meninggal dalam hitungan jam.

Jet tempur dan tank Israel telah menembaki area di luar rumah sakit selama lebih dari 12 jam tanpa jeda. Halaman rumah sakit dihantam roket pada hari Sabtu (11/11/2023) yang menyebabkan kebakaran. Peristiwa ini terjadi tak lama setelah listrik padam total.

Pemadaman listrik sejauh ini telah menyebabkan kematian bayi prematur yang terhubung ke inkubator, menurut Munir al-Bursh, direktur di kementerian kesehatan Palestina.

Al-Bursh mengatakan semakin banyak bayi dan pasien yang membutuhkan alat bantu hidup akan meninggal setiap jamnya jika listrik tidak segera kembali menyala. “Saluran listrik terputus dan generator berhenti bekerja. Kami dikepung dan tidak bisa meninggalkan tempat kami,” kata al-Bursh kepada Aljazirah.

Direktur RS Al-Shifa, Muhammad Abu Salima, mengatakan kondisi di RS Al-Shifa saat ini tidak ada air, bahan bakar, dan koneksi internet.

Kementerian Kesehatan mengatakan pada Jumat (10/11/2023) malam bahwa terdapat sekitar 30.000 orang di dalam kompleks rumah sakit, termasuk pasien, pengungsi dan staf medis. “Ribuan orang terjebak di dalam kompleks, termasuk pasien, staf medis, dan beberapa petugas pertolongan pertama serta personel pertahanan sipil,” kata Abu Salima.

“Kita hanya berjarak beberapa jam saja dari kematian, dan dunia menyaksikan kita mati, namun kita bukanlah angka,” tambahnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement