REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel pada Selasa (14/11/2023) mengatakan, kurangnya anggaran telah memaksa Kementerian Luar Negeri untuk menghentikan kegiatan penjangkauan globalnya. Penangguhan tersebut berdampak pada kegiatan penjangkauan kementerian dalam bahasa Spanyol, Persia dan Rusia.
“Jika ada judul diskusi ini, maka ini adalah: Negara Israel memutuskan pada saat yang paling kritis, selama perang, untuk menutup kegiatan Kementerian Luar Negeri,” ujar Wakil Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahshon, pada pertemuan Subkomite Informasi Knesset dilansir Anadolu Agency.
Perekonomian Israel rugi sekitar 260 juta dolar AS setiap hari, sejak perang meletus di Gaza. Pembayaran kepada sekolah-sekolah ultra-ortodoks dan tujuan-tujuan lain yang diperjuangkan oleh kelompok sayap kanan dalam koalisi yang berkuasa telah memicu perhitungan bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Konflik ini menimbulkan banyak korban jiwa. Biaya ini juga menjadi lebih mahal bagi Israel dibandingkan perkiraan awal dan membebani keuangan publik. Namun pemberian dana kontroversial kepada kelompok sayap kanan memicu perdebatan nasional dan membuat pasar gelisah. Dalam beberapa hari mendatang, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich akan mengumumkan anggaran baru untuk sisa tahun 2023 dan mengungapkan rencana anggaran untuk tahun depan.
Program pengeluaran Israel mencakup dana koalisi, atau pengeluaran diskresi yang diperuntukkan bagi lima partai di pemerintahan sayap kanan Netanyahu. Dana transfer sebesar 14 miliar shekel (3,6 miliar dolar AS ) yang disetujui pada Mei lalu, sebagian akan disalurkan ke sekolah-sekolah agama, yang beberapa di antaranya dikecualikan dari pengajaran mata pelajaran seperti bahasa Inggris dan matematika. Proyek favorit lainnya termasuk pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Jatah khusus tersebut hanya sebagian kecil dari total anggaran tahun 2023-2024. Kendati demikian, jatah khusus tersebut telah menjadi penanda persaingan prioritas pada saat Israel menghadapi konflik bersenjata terburuk dalam setengah abad.
Perang dimulai pada 7 Oktober ketika Hamas melangsungkan serangan mengejutkan dari Gaza ke komunitas Israel selatan. Israel mengklaim serbuan Hamas telah menewaskan sekitar 1.200 orang. Israel kemudian melakukan pengeboman tanpa henti yang telah membunuh lebih dari 11.000 orang di Gaza, termasuk anak-anak dan perempuan. Menurut perkiraan Kementerian Keuangan, perang menimbulkan kerugian ekonomi hampir 8 miliar dolar AS.
“Selama pemerintah tetap berpegang pada dana koalisinya, pemerintah akan membayar utangnya lebih banyak,” kata Rafi Gozlan, kepala ekonom di IBI Investment House, dilansir Bloomberg, Ahad (12/11/2023).