Rabu 15 Nov 2023 11:45 WIB

Pasukan Israel Serbu RS Al-Shifa di Jalur Gaza

Hamas mengecam operasi penyerbuan pasukan Israel ke RS Al-Shifa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Al Shifa hospital is lit up in Gaza City 24 October 2023. The Health Ministry in Gaza warned that electric generators in hospitals will cease functioning within days due to a fuel shortage and that 32 health centers are out of service due to targeting by Israeli warplanes and a fuel shortage. More than 5,000 Palestinians and over 1,400 Israelis have been killed, according to the Israel Defense Forces (IDF) and the Palestinian health authority, since Hamas militants launched an attack against Israel from the Gaza Strip on 07 October.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Al Shifa hospital is lit up in Gaza City 24 October 2023. The Health Ministry in Gaza warned that electric generators in hospitals will cease functioning within days due to a fuel shortage and that 32 health centers are out of service due to targeting by Israeli warplanes and a fuel shortage. More than 5,000 Palestinians and over 1,400 Israelis have been killed, according to the Israel Defense Forces (IDF) and the Palestinian health authority, since Hamas militants launched an attack against Israel from the Gaza Strip on 07 October.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pasukan Israel melakukan penyerbuan ke Rumah Sakit (RS) Al-Shifa di Jalur Gaza pada Rabu (15/11/2023) dini hari waktu setempat. Sebelumnya pasukan dan armada tank Israel telah mengepung RS tersebut karena diyakini memiliki fasilitas bawah tanah yang digunakan sebagai markas komando kelompok Hamas.

“Berdasarkan informasi intelijen dan kebutuhan operasional, pasukan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) melakukan operasi yang tepat dan tepat sasaran terhadap Hamas di area tertentu di RS Al-Shifa,” kata IDF dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

IDF mengungkapkan, guna meminimalkan serangan balasan terhadap operasi tersebut, mereka telah memberikan pemberitahuan 12 jam kepada pihak berwenang di Gaza yang dikuasai Hamas bahwa operasi militer di dalam RS Al-Shifa harus dihentikan. “Sayangnya, hal itu tidak terjadi,” ujar IDF seraya menyerukan kembali agar semua anggota Hamas yang diyakininya berada di RS Al-Shifa untuk menyerah.

IDF mengatakan, petugas medis dan penutur bahasa Arab disertakan ke dalam tim operasi darat yang melakukan penyerbuan ke kompleks RS Al-Shifa. “Tujuannya adalah agar tidak ada kerugian yang ditimbulkan terhadap warga sipil yang digunakan oleh Hamas sebagai tameng manusia,” ungkap IDF.

Sementara itu Hamas mengecam operasi penyerbuan pasukan Israel ke RS Al-Shifa. Hamas telah berulang kali membantah tudingan yang menyebutnya menempatkan aset serta pasukannya di bangunan atau fasilitas sipil seperti sekolah dan RS. Terkait penyerbuan ke Al-Shifa, Hamas turut menuduh Amerika Serikat (AS) bertanggung jawab.

“Penerapan narasi palsu (Israel) oleh Gedung Putih dan Pentagon, yang mengklaim bahwa perlawanan (Hamas) menggunakan kompleks medis Al Shifa untuk tujuan militer, adalah lampu hijau bagi pendudukan (Israel) untuk melakukan lebih banyak pembantaian terhadap warga sipil,” kata Hamas.

AS belum merilis pernyataan resmi terkait operasi penyerbuan pasukan Israel ke RS Al-Shifa. Namun sebelum penyerbuan dilakukan, Presiden AS Joe Biden mendesak Israel mengambil tindakan yang tidak terlalu mengganggu tehadap RS. “RS harus dilindungi,” ujar Biden pada Selasa (14/11/2023).

Pada Selasa lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menentang seruan Israel agar RS Al-Shifa mengevakuasi seluruh pasiennya. Juru Bicara WHO Margaret Harris mengungkapkan, saat ini terdapat setidaknya 700 pasien yang sedang dirawat RS Al-Shifa. Tak hanya pasien, RS terbesar di Jalur Gaza itu pun menampung sekitar 3.000 warga yang terpaksa mengungsi akibat agresi Israel. Terdapat 400 staf medis yang bekerja di RS Al-Shifa.

Harris mengatakan, mengevakuasi 700 pasien, dengan kondisi mereka yang berisiko, tidak mungkin dilakukan. “Jumlah orang yang begitu besar, semuanya membutuhkan dukungan penting untuk tetap hidup. Ini (perintah evakuasi) akan menjadi hal yang sangat sulit untuk diminta dalam kondisi terbaik di Australia, Amerika, Inggris, atau Eropa, dengan peralatan terbaik Anda berfungsi dan tidak ada yang menembaki Anda, tidak ada bom yang meledak, dan semua jalan benar-benar berfungsi dan dengan ambulans yang punya bahan bakar,” ucapnya, Selasa kemarin, dikutip laman Middle East Monitor.

Harris pun mengapresiasi para staf medis di RS Al-Shifa yang masih berdedikasi merawat para pasien di tengah segala keterbatasan. “Tanpa bahan bakar, air bersih, atau makanan, para staf kesehatan masih melakukan segala yang mereka bisa untuk tetap memberikan perawatan medis bagi pasien-pasien yang sakit parah,” ujarnya.

Dia menegaskan, alih-alih memerintahkan pemindahan seluruh pasien RS Al-Shifa, langkah yang mesti diambil adalah menghentikan pertempuran dan memberlakukan gencatan senjata. Harris mengingatkan bahwa semua orang yang berada di RS Al-Shifa menghadapi situasi yang sangat mengerikan.

"Hidup mereka sangat terancam. Jadi kita sebagai seluruh dunia harus menemukan cara untuk membantu mereka. Cara terbaik adalah menghentikan permusuhan sekarang juga. Fokus pada menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkan nyawa,” kata Harris.

Saat ini RS Al-Shifa sudah tak memiliki stok bahan bakar untuk mengoperasikan generator pembangkit listrik. Karena Israel juga telah memutus pasokan listrik ke Gaza, sejak akhir pekan lalu RS Al-Shifa terpaksa harus beroperasi tanpa sumber listrik. Akibatnya, setidaknya 36 pasien RS Al-Shifa, tujuh di antaranya adalah bayi, telah meninggal karena tak berfungsinya peralatan medis.

Pada Selasa kemarin, RS Al-Shifa menggali kuburan massal di areal kompleksnya untuk memakamkan 179 jenazah. “Kami terpaksa menguburkan mereka di kuburan massal,” kata Direktur RS Al-Shifa Mohammad Abu Salmiyah, dilaporkan laman Gulf Today.

Dia pun menggambarkan sekilas tentang situasi yang kini dihadapi RS Al-Shifa. “Ada banyak jenazah berserakan di kompleks RS dan tidak ada lagi listrik di kamar mayat,” ucap Abu Salmiyah.

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, hingga Selasa lalu, jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel ke wilayah tersebut pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 11.255 jiwa. Di dalamnya termasuk 4.630 anak-anak, 3.130 perempuan, dan 682 lansia. Sementara korban luka melampaui 29 ribu orang. Agresi Israel juga menyebabkan sekitar 1,5 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement