REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza pada Kamis (16/11/2023), mengatakan tentara Israel telah mengerahkan buldoser di Rumah Sakit al-Shifa. Israel telah menyerang salah satu rumah sakit terbesar di Gaza tersebut sejak Rabu (15/11/2023), yang membuat pasien, pengungsi, dan staf medis terjebak dalam ketakutan di tengah situasi mencekam.
“Buldoser Israel menghancurkan sebagian pintu masuk selatan rumah sakit," kata Kementerian Kesehatan dalam pernyataan singkat, dalam bahasa Arab, dilansir Alarabiya.
Tentara Israel mengatakan, operasi militer sedang berlangsung di kompleks rumah sakit. Tentara melakukan operasi militer di al-Shifa pada Rabu, yang memicu keprihatinan dan kritik internasional yang serius.
“Malam ini kami melakukan operasi sasaran ke RS Shifa. Kami terus bergerak maju,” kata Mayor Jenderal Yaron Finkelman, kepala operasi militer Israel di Jalur Gaza, melalui saluran Telegram tentara.
Seorang jurnalis yang terjebak di dalam rumah sakit mengatakan, tentara menembak ke udara dan memerintahkan para pemuda untuk menyerah ketika mereka masuk ke rumah sakit semalaman. Menjelang sore, pasukan Israel telah mundur dari fasilitas tersebut, namun mereka tetap berada di sekitar rumah sakit.
Israel maupun sekutu utamanya Amerika Serikat mengatakan bahwa, kelompok pejuang Palestina, Hamas memiliki pusat komando di bawah kompleks RS al-Shifa. Namun tuduhan yang tidak berdasar itu dibantah oleh Hamas dan direktur rumah sakit tersebut. Serangan di RS al-Shifa telah menjadi titik fokus dalam perang yang telah berlangsung selama 40 hari tersebut.
Tentara Israel mengklaim pasukannya telah menemukan peralatan militer dan tempur di dalam kompleks tersebut selama operasi pada Rabu. Namun klaim ini dibantah oleh Kementerian Kesehatan Gaza.
Otoritas Palestina mengatakan, tentara Israel menghancurkan peralatan medis yang tidak tersedia di tempat lain di Gaza dan menahan dua insinyur yang bekerja di bagian oksigen dan pasokan listrik rumah sakit. Kementerian Kesehatan Palestina pada Rabu mengatakan, jumlah korban yang meninggal akibat serangan Israel di Gaza telah mencapai 11.500 orang termasuk sedikitnya 4.710 anak-anak dan 3.160 wanita.
Seorang dokter ahli bedah, Ahmed El Mokhallalati mengatakan, tentara pendudukan membawa tank ke dalam rumah sakit setelah tembakan, pengeboman dan serangan yang agresif sejak Selasa (14/11/2023). “Ini adalah saat yang sangat menakutkan, ini adalah saat yang mengerikan bagi keluarga, warga sipil yang berlindung di rumah sakit bersama anak-anak mereka. Ini sangat buruk bagi staf yang merawat pasien mereka dan pasien itu sendiri,” katanya.
“Bayangkan berada di rumah sakit yang airnya tidak ada, kebersihan dasar orang yang pergi ke toilet adalah sebuah tantangan. Makanan dan air minum belum sampai ke rumah sakit selama enam hari ini, tidak ada cara untuk mendapatkan apa pun di rumah sakit,” ujar El Mokhallalati menambahkan.
El Mokhallalati juga mengatakan, stasiun oksigen tidak berfungsi dan secara umum staf tidak mampu merawat pasiennya. Dokter bedah tersebut mengungkapkan keterkejutannya karena seluruh dunia telah menyaksikan kejahatan ini dan melihat segala sesuatu yang terjadi, dan tidak ada seorang pun yang dapat menghentikannya.
"Tidak ada seorang pun yang mengatakan dengan lantang bahwa hal ini tidak diperbolehkan. Di manakah komunitas internasional? Di manakah organisasi internasional yang dibentuk untuk membantu dan mendukung sistem kesehatan di wilayah perang untuk memastikan kebutuhan kemanusiaan terpenuhi di wilayah perang pada masa perang?" ujar El Mokhallalati.
El Mokhallalati mengatakan, semua orang terjebak di dalam gedung rumah sakit. Bahkan mereka tidak bisa melongok melalui jendela untuk mengetahui apa yang terjadi di luar sana. Semua orang kehabisan air dan makanan. Para dokter juga tidak bisa mengobati pasien.
"Kami tidak bisa memberikan apa pun kepada pasien kami, dan kami tidak bisa berpindah antar gedung sama sekali,” ujar El Mokhallalati.