REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Afrika Selatan telah mengajukan rujukan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menyelidiki kejahatan perang Israel di Gaza, demikian diungkapkan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dalam sebuah konferensi pers di Qatar, Rabu (15/11/2023).
Dalam sebuah pertemuan dengan para pejabat Qatar, Ramaphosa, menarik kesejajaran antara perjuangan Afrika Selatan di bawah pemerintahan apartheid dan penderitaan rakyat Palestina. Keputusan tersebut muncul ketika para legislator Afrika Selatan membahas sebuah proposal pada hari Kamis (16/11/2023), yang mendesak penutupan Kedutaan Besar Israel di Afrika Selatan.
Penutupan kantor Kedubes Israel di Afrika Selatan tersebut, juga berlaku pemutusan semua hubungan diplomatik dilakukan, dengan rezim Zionis Israel hingga tercapai kesepakatan gencatan senjata Israel dengan Hamas di Gaza.
Ramaphosa menegaskan bahwa Afrika Selatan memiliki keyakinan bahwa Israel terlibat dalam kejahatan perang dan genosida di Gaza. Di mana lebih dari 11.500 warga Palestina telah gugur dan fasilitas-fasilitas penting seperti rumah sakit dan infrastruktur publik rusak berat.
"Sebagai warga Afrika Selatan, kami, bersama dengan banyak negara lain di seluruh dunia telah merujuk seluruh tindakan Pemerintah Israel ini ke Mahkamah Pidana Internasional," kata Ramaphosa pada Rabu dalam kunjungan kenegaraan ke Qatar.
"Kami telah mengajukan rujukan karena kami percaya bahwa kejahatan perang sedang dilakukan di sana. Dan tentu saja, kami tidak membenarkan tindakan yang telah dilakukan oleh Hamas sebelumnya. Namun, kami juga mengutuk tindakan yang saat ini sedang berlangsung dan percaya bahwa tindakan tersebut perlu diselidiki oleh ICC," ujarnya.
Kongres Nasional Afrika (ANC), di bawah kepemimpinan Ramaphosa, mengumumkan bahwa mereka akan mendukung mosi yang diusulkan oleh partai oposisi kiri, Pejuang Kebebasan Ekonomi. Mosi tersebut menyerukan penutupan Kedutaan Besar Israel di negara tersebut dan penghentian hubungan diplomatik dengan Israel.
Selama kunjungan dua harinya ke negara Teluk tersebut, Ramaphosa juga memuji Qatar atas peran instrumentalnya dalam melakukan mediasi di tengah-tengah perang Israel yang tak kunjung seusai di Gaza.
Qatar, yang menjadi tuan rumah bagi kantor politik Hamas, telah memimpin dalam memediasi diskusi antara kelompok tersebut dan pihak berwenang Israel, yang secara khusus berfokus pada tawanan sipil.
Hamas menangkap sekitar 242 warga Israel dan orang asing selama operasi 'Banjir Al Aqsa' pada 7 Oktober, di mana kelompok Palestina tersebut berhasil menyusup ke wilayah-wilayah yang diduduki Israel melalui udara, darat, dan laut.
Sejauh ini, mediasi Qatar telah menghasilkan pembebasan empat tawanan sebelum pembicaraan terhenti karena pengeboman Israel yang semakin intensif. Masyarakat Bulan Sabit Merah Qatar memohon bantuan medis saat rumah sakit di Gaza mengalami penipisan.
Ketika perang tanpa henti Israel di Gaza memasuki hari ke-41, jumlah korban tewas di Gaza telah meningkat menjadi lebih dari 11.500 warga Palestina, termasuk 4.710 anak-anak, menurut kantor media pemerintah di Gaza.