REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Seorang pria berusia 22 tahun yang mengaku sebagai nasionalis kulit putih Kanada yang juga kelompok ekstremis kanan, dengan sengaja menabrak dan membunuh empat anggota keluarga Muslim dengan truknya pada 2021. Ia kemudian dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat pertama pada sidang hari Kamis (16/11/2023).
Pembunuhan tersebut mengejutkan Kanada, negara yang mendorong imigrasi massal dan bangga dengan multikulturalismenya.
Juri persidangan membutuhkan waktu sekitar enam jam untuk memvonis Nathaniel Veltman, yang menyerang keluarga Muslim tersebut di Kota London, Ontario. Dia menghadapi hukuman penjara seumur hidup tanpa kesempatan pembebasan bersyarat selama 25 tahun.
Jaksa penuntut berpendapat bahwa serangan tersebut merupakan tindakan terorisme, dengan mencatat bahwa Veltman telah menulis sebuah manifesto berjudul "A White Awakening" yang menguraikan kebenciannya terhadap Islam dan menentang imigrasi massal dan multikulturalisme di Kanada.
Lima anggota keluarga Afzaal, yang berasal dari Pakistan, sedang berjalan-jalan sore pada Juni 2021 ketika Veltman menabrak mereka dengan truknya di trotoar.
Para korban adalah Salman Afzaal, 46 tahun, istrinya Madiha Salman, 44 tahun, anak perempuan mereka yang berusia 15 tahun, Yumnah, dan ibu Afzaal yang berusia 74 tahun, Talat.
Anak laki-laki pasangan tersebut yang berusia sembilan tahun menderita luka serius. Veltman, yang tak lama setelah penyerangan itu mengakui kesalahannya. "Saya yang melakukannya. Saya membunuh orang-orang itu," juga dinyatakan bersalah atas satu dakwaan percobaan pembunuhan.
"Putusan hari ini merupakan langkah monumental dalam memerangi kebencian dan Islamofobia. Ini menjadi preseden melawan terorisme nasionalis kulit putih," kata Abdul Fattah Twakkal, seorang imam di Masjid Muslim London, Ontario.
Pengacara Veltman, Christopher Hicks, mengatakan bahwa kliennya terkejut namun tidak mengatakan apakah ia akan mengajukan banding. Sidang vonis akan diadakan pada 1 Desember, kata Canadian Broadcasting Corp.
Ini merupakan serangan terburuk terhadap Muslim Kanada sejak seorang pria menembak mati enam jamaah masjid di Kota Quebec pada 2017. "Kesedihan yang tak kunjung usai, trauma, dan kekosongan yang tak tergantikan yang ditinggalkan oleh hilangnya beberapa generasi telah menusuk kami dengan sangat dalam," kata ibu Madiha Salman, Tabinda Bukhari, kepada para wartawan.
"Persidangan dan vonis ini merupakan pengingat bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengatasi kebencian dalam segala bentuk yang hidup di masyarakat kita."
Veltman mengaku tidak bersalah atas dakwaan pembunuhan. Pembelanya, mengutip apa yang disebut sebagai tantangan mental Veltman, mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan dakwaan yang lebih ringan dari pembunuhan.
Dalam manifesto tersebut, Veltman menulis "Saya seorang nasionalis kulit putih" dan mengatakan bahwa orang kulit putih "menghadapi genosida". Jaksa penuntut mengatakan bahwa dia juga berulang kali menonton video penembakan massal oleh seorang supremasi kulit putih di Selandia Baru yang menewaskan 51 orang.
Kanada telah mengalami peningkatan tajam dalam kejahatan kebencian yang menargetkan agama, orientasi seksual, dan ras sejak dimulainya pandemi Covid-19, demikian ungkap Statistics Canada tahun lalu.