Jumat 17 Nov 2023 15:39 WIB

LA Times Larang Wartawannya Kritik Operasi Militer Israel di Gaza

Hampir selusin staf LA Times meneken surat terbuka yang mengutuk pengeboman di Gaza.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Unit artileri Israel menembaki daerah sepanjang perbatasan dengan Gaza, Israel selatan, Rabu (11/10/2023).
Foto: EPA-EFE/MARTIN DIVISEK
Unit artileri Israel menembaki daerah sepanjang perbatasan dengan Gaza, Israel selatan, Rabu (11/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Surat Kabar LA Times akan melarang stafnya meliput perang Gaza, setidaknya selama tiga bulan, jika mereka menandatangani surat terbuka atas kebebasan mengkritik operasi militer Israel di wilayah tersebut.

Awal bulan ini, hampir selusin staf di LA Times menandatangani surat terbuka yang mengutuk pengeboman pemerintah Israel atas Gaza, dan mengatakan bahwa operasi militer tersebut merugikan para jurnalis dan mengancam pengumpulan berita.

Baca Juga

Surat itu juga meminta ruang redaksi untuk menggunakan bahasa yang mencakup "apartheid", "pembersihan etnis", dan "genosida" ketika merujuk pada pemboman Israel atas Gaza.

Dua orang yang mengetahui situasi tersebut mengatakan kepada Semafor bahwa para staf yang menandatangani surat tersebut telah diberitahu oleh manajemen surat kabar tersebut bahwa mereka tidak akan diizinkan untuk meliput konflik di Gaza, dengan cara apa pun selama setidaknya tiga bulan.

Surat yang diterbitkan awal bulan ini dan ditandatangani oleh 600 jurnalis dan mantan jurnalis, menyerukan diakhirinya aksi militer Israel di Gaza. Mereka para jurnalis menyebut aksi Israel itu sebagai "pembantaian terhadap rekan-rekan jurnalis dan keluarga mereka oleh militer dan pemerintah Israel." 

Surat tersebut memaparkan perkiraan jumlah jurnalis dan keluarga mereka yang telah terbunuh dalam konflik tersebut, dan mengatakan bahwa tindakan militer Israel "menunjukkan pembungkaman kebebasan berbicara dalam skala luas."

Namun, surat itu juga mengungkapkan kritik keras terhadap organisasi-organisasi berita arus utama, yang digambarkan terlalu malu-malu dalam peliputan perang.

Surat tersebut menyatakan bahwa beberapa outlet berita "ragu-ragu untuk mengutip para ahli genosida dan secara akurat menggambarkan ancaman eksistensial yang terjadi di Gaza." Mereka juga mengkritik bahwa para pemimpin redaksi sering kali "meremehkan perspektif Palestina, Arab, dan Muslim, menganggapnya tidak dapat diandalkan dan menggunakan bahasa yang menghasut yang memperkuat kiasan-kiasan Islamofobia dan rasis."

"Kami menulis untuk mendesak diakhirinya kekerasan terhadap jurnalis di Gaza dan menyerukan kepada para pemimpin redaksi Barat untuk bersikap jernih dalam meliput kekejaman Israel yang terus berulang terhadap warga Palestina," demikian isi surat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement