Selasa 21 Nov 2023 17:17 WIB

Pejabat AS Dilaporkan Mulai Frustrasi dengan Kegilaan Israel di Gaza

Pemerintahan Biden tidak lagi sependapat dengan pemerintahan Netanyahu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Joe Biden bersama PM Israel, Bejamin Netanyahu
Foto:

Pada saat itu, kecaman internasional atas kematian warga sipil mulai mengubah perhitungan di Washington dan menjadi lebih sentral dalam pembicaraan antara pejabat AS dan Israel. Pada 18 Oktober, Amerika memveto resolusi PBB yang mengutuk semua kekerasan terhadap warga sipil dan mendesak gencatan senjata kemanusiaan. AS mengatakan, resolusi tersebut tidak mempunyai bahasa yang cukup kuat untuk menetapkan hak Israel untuk membela diri. Namun, resolusi tersebut mengutuk serangan yang dilakukan Hamas.

Beberapa pejabat AS percaya bahwa keputusan untuk memveto resolusi PBB memberikan Israel rasa impunitas yang lebih besar untuk melakukan apa yang dianggap perlu di Gaza, termasuk mengabaikan meningkatnya jumlah korban jiwa warga sipil. Frustrasi mulai muncul dalam pemerintahan Biden dan Departemen Luar Negeri. Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengundurkan diri, dan secara terbuka mengecam sikap pemerintah yang mengabaikan kehidupan manusia di Gaza.

Sementara itu, semakin banyak diplomat yang mempertimbangkan untuk mengundurkan diri, namun banyak diplomat yang belum berani mengambil keputusan untuk mundur karena masalah keuangan. Ketidakmampuan membayar hipotek rumah atau biaya sekolah anak-anak mereka merupakan salah satu kendala yang dihadapi para diplomat dan pejabat yang berpikir untuk mengundurkan diri sebagai bentuk protes.

Dari 16 Oktober – 20 Oktober, warga sipil dan kebutuhan pengiriman bantuan kemanusiaan disorot dalam percakapan telepon antara Austin dan Gallant. Namun pernyataan tersebut berubah pada 21 Oktober ketika Austin menegaskan kembali pentingnya melindungi warga sipil.

Austin terus menghujat Gallant dengan menekankan perlunya melindungi warga sipil selama operasi militer Israel.Sumber yang mengetahui percakapan Austin mengatakan, pemimpin Pentagon itu berterus terang kepada Gallant selama panggilan telepon mereka, dan meminta jawaban spesifik atas pertanyaan tentang operasi militer dan penargetan Israel. Austin juga mengkritik Gallant tentang kekerasan di Tepi Barat yang dilakukan Israel.

Biden menulis sebuah opini pada akhir pekan yang mengancam akan mengeluarkan larangan visa terhadap ekstremis Israel yang menyerang warga sipil di Tepi Barat. Kendati demikian, hal ini tidak menghentikan pemerintahan Biden untuk mengalirkan senjata tambahan ke Israel dan mendorong persetujuan bantuan militer baru senilai miliaran dolar. Bloomberg baru-baru ini melaporkan bahwa Departemen Pertahanan AS terus memenuhi permintaan Israel, antara lain berupa senjata, rudal berpemandu laser, dan amunisi.

Sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan bahwa Austin juga menekankan dalam setiap panggilan telepon dengan Gallant tentang perlunya mencegah konflik meningkat di luar Gaza. Hal ini mengacu pada beberapa pejabat Israel yang menyerukan serangan pendahuluan terhadap Hizbullah Lebanon.

Pejabat Dewan Keamanan Nasional juga menghubungi Beirut dan Israel untuk menyatakan bahwa eskalasi apa pun akan berdampak buruk bagi Lebanon serta berdampak negatif yang signifikan terhadap Israel. Para pejabat AS sekarang yakin bahwa mereka mampu menghalangi Hizbullah untuk ikut terlibat. Namun, hal ini dapat berubah tergantung pada medan pertempuran. Seorang penasihat senior Presiden AS Joe Biden melakukan perjalanan ke Israel pada Senin (20/11/2023) untuk mencoba mencegah konflik menyebar ke Lebanon dan wilayah lain di Timur Tengah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement