REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih mempertimbangkan untuk menetapkan kembali kelompok pemberontak Houthi di Yaman sebagai sekelompok teroris, setelah mereka mengeklaim menyita kapal komersial di Laut Merah.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Kirby mengecam penyitaan tersebut. Ia menyebutnya sebagai "pembajakan kapal di perairan internasional" dan menuduh Houthi "baru-baru mengincar warga sipil."
Laut Merah merupakan salah satu jalur perdagangan paling vital di dunia melalui Selat Hormuz. Pada 2021 lalu, pemerintah Presiden AS Joe Biden menghapus Houthi dalam daftar kelompok teroris dan "kelompok yang ditetapkan sebagai teroris global."
Langkah ini menarik keputusan mantan presiden AS Donald Trump. PBB dan kelompok kemanusiaan mengkritik penetapan tersebut, mereka mengatakan, hal ini mempersulit pengiriman bantuan ke Yaman.
Houthi yang didukung Iran menguasai banyak wilayah di utara dan di ibu kota Sanaa. Beberapa pekan terakhir kelompok itu menggelar serangan ke Israel, meluncurkan rudal dan drone, dan mengancam menyita kapal-kapal Israel di Laut Merah.
Pasukan Houthi menyergap kapal bernama Galaxy Leader pada Ahad (19/11/2023). "Kapal Israel merupakan target sah di manapun," kata Jenderal Houthi Ali al-Moshki dalam pidatonya yang ditayangkan di televisi beberapa saat kemudian, seperti dikutip dari Aljazirah, Rabu (22/11/2023).
Kapal itu dioperasikan perusahaan Jepang dan memiliki koneksi dengan pengusaha Israel, Abraham “Rami” Ungar. Dua puluh lima awak kapal yang berasal dari berbagai negara masih ditahan Houthi.
Kirby mendesak mereka segera dibebaskan dan tanpa syarat. Ia juga menuduh Iran mengizinkan serangan-serangan semacam ini. Penyerbuan yang menurut sejumlah pakar meniru taktik Iran, menaikkan peringatan Houthi dapat meningkatkan serangan-serangan seperti itu di Laut Merah.
Kelompok ini menganggap diri mereka sebagai anggota "poros perlawanan." Jaringan kelompok bersenjata di seluruh wilayah yang didukung Iran dan memusuhi Israel dan AS.
Pemerintah Biden menghapus Houthi dari daftar kelompok teroris untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan ke Yaman. Di mana kelompok ini terlibat dalam konflik dengan pemerintah dan koalisi yang didukung Arab Saudi sejak 2015.
Sejak saat itu pemerintahan Biden mempertimbangkan untuk menetapkan kembali Houthi sebagai kelompok "teroris" setidaknya satu kali. Setelah serangan drone dan rudal di Uni Emirat Arab yang diklaim dilakukan kelompok tersebut.