REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Warga Gaza menyambut baik gencatan senjata selama empat hari yang disepakati oleh Israel dan Hamas. Seorang warga Rafah, Hamza Abdel Razeq mengatakan, gencatan senjata akan memberikan kelonggaran bagi warga Gaza yang telah mengalami pengeboman Israel dan perluasan serangan darat selama lebih dari satu bulan.
“Rakyat benar-benar menderita. Jika mereka mencapai kesepakatan gencatan senjata lima hari sekarang, saya yakin hal itu akan membuka jalan bagi gencatan senjata yang lebih lama atau bahkan gencatan senjata total," ujar Abdel Razeq, dilaporkan Alarabiya, Rabu (22/11/2023).
Warga lainnya, Mahmud Abu Najm mengatakan, rakyat Gaza berdoa dan berharap gencatan senjata berjalan dengan semestinya. Karena situasi di Gaza semakin buruk dari hari ke hari.
“Kami berdoa kepada Tuhan atas keberhasilan (gencatan senjata) karena masyarakat mengalami situasi yang tak tertahankan," ujar Abu Najm.
Sebagian besar wilayah Gaza telah rata dengan tanah akibat ribuan serangan udara. Wilayah tersebut juga dikepung, dengan sedikit sekali pasokan makanan, air, dan bahan bakar yang dibolehkan masuk.
Menurut sumber Hamas dan Jihad Islam, kesepakatan yang diusulkan juga akan memungkinkan hingga 300 truk makanan dan bantuan medis memasuki Gaza. Israel mendapat tekanan internasional yang kuat untuk menerapkan gencatan senjata kemanusiaan. Namun dalam beberapa hari terakhir mereka telah meningkatkan serangannya ke Gaza utara.
Israel menyerang Rumah Sakit al-Shifa dan Rumah Sakit Indonesia sehingga menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka parah. Ratusan orang terjebak di dalam rumah sakit yang telah penuh sesak dengan korban luka maupun pengungsi yang mencari perlindungan.
Israel menuduh Hamas membangun markas komando di bawah RS al-Shifa. Namun klaim ini dibantah oleh Hamas dan pihak rumah sakit. Israel mengklaim menemukan senapan dan berbagai peralatan lainnya di RS al-Shifa. Namun banyak pihak yang mempertanyakan penemuan barang bukti tersebut, karena ada sejumlah kejanggalan.
Gaza dan mengizinkan ratusan truk yang membawa bantuan kemanusiaan, medis, dan bahan bakar, masuk ke wilayah tersebut. Perjanjian tersebut merupakan gencatan senjata pertama selama lebih dari satu bulan setelah serangan brutal Israel di Gaza.
Para pejabat Palestina mengatakan sedikitnya 14.100 orang telah terbunuh, termasuk anak-anak dan perempuan. Sementara PBB mengatakan sekitar 1,7 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Qatar mengonfirmasi keberhasilan upaya mediasi, yang juga melibatkan Mesir dan Amerika Serikat, dan mengonfirmasi parameter luas dari perjanjian tersebut. “Waktu mulai jeda akan diumumkan dalam 24 jam ke depan dan berlangsung selama empat hari, dapat diperpanjang,” kata pernyataan Qatar.
Presiden AS Joe Biden menyambut baik kesepakatan tersebut. Dia berterima kasih kepada Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, dan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, atas kepemimpinan dan kemitraan penting mereka dalam kesepakatan ini.
“Dibutuhkan tekanan yang signifikan dari AS untuk menyelesaikan kesepakatan ini, yang benar-benar memberi tahu Anda apa yang diperlukan dalam kaitannya dengan tekanan AS untuk mewujudkan sesuatu yang lebih permanen jika bukan semacamtransisi menuju pemerintahan mandiri Palestina,” ujar James Dorsey, seorang peneliti kehormatan di Institut Timur Tengah Universitas Nasional Singapura.