REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pasukan Israel menargetkan generator listrik Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza utara pada Kamis (23/11/2023) malam. Tindakan ini terjadi saat gencatan senjata sementara telah direncanakan dan akan diberlakukan mulai Jumat (24/11/2023) pagi.
“Rumah sakit tersebut menjadi sasaran penembakan hebat yang menargetkan generator listrik dan sebagian besar bangunan,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra dalam sebuah pernyataan singkat dikutip dari Anadolu Agency.
“Kehidupan 200 pasien dan staf medis terancam di tengah serangan itu,” kata al-Qudra.
Selain menyasar RS Indonesia, tentara Israel melakukan serangan udara ke sebuah sekolah yang dikelola PBB di Jalur Gaza utara pada Kamis malam. Sedikitnya 30 orang terbunuh dan 100 lainnya terluka.
Serangan itu menargetkan Sekolah Abu Hussein yang disponsori UNRWA di kamp pengungsi Jabalia. Kantor berita resmi pemerintah Palestina WAFA sebelumnya mengatakan, bahwa sedikitnya 27 orang meninggal dan 93 lainnya terluka di sekolah tersebut, tempat banyak pengungsi Gaza tinggal.
Tapi, ketika jeda kemanusian mulai berlaku pukul 07.00, kepala perundingan Qatar Mohammed Al-Khulaifi mengatakan, tidak ada serangan apa pun yang akan terjadi. “Tidak ada gerakan militer, tidak ada ekspansi, tidak ada apa-apa,” katanya.
Hamas mengatakan, Israel setuju untuk menghentikan lalu lintas udara di Gaza utara dan selatan mulai pukul 10.00 hingga pukul 16:00 setiap hari. Kelompok tersebut menjelaskan, Israel setuju untuk tidak menyerang atau menangkap siapa pun di Gaza.
Kesepakatan ini akan membuat orang-orang dapat bergerak bebas di sepanjang Jalan Salah al-Din, jalan utama dengan banyak warga Palestina meninggalkan Gaza utara, tempat Israel melancarkan invasi darat. Hamas juga mengatakan, bahwa sayap bersenjatanya dan semua faksi Palestina lainnya akan menghentikan semua aktivitas militer ketika gencatan senjata mulai berlaku.
Israel melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober. Tindakan ini membunuh lebih dari 14.854 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 perempuan.