REPUBLIKA.CO.ID, BEITUNIA -- Bagi keluarga tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel pada Jumat (24/11/2023), momen itu membawa kelegaan yang diwarnai dengan kesedihan. Pertempuran kemungkinan akan terus berlanjut di Gaza setelah berakhirnya masa gencatan senjata empat hari.
Sebanyak 39 perempuan Palestina dan anak di bawah umur yang ditahan atas berbagai tuduhan dibebaskan berdasarkan perjanjian yang ditengahi oleh Qatar. Perjanjian antara Israel dan Hamas juga mencakup pembebasan 13 sandera Israel yang ditangkap oleh kelompok itu selama serangan tidak terduga ke wilayah perbatasan Israel pada bulan lalu.
“Tidak ada kegembiraan yang nyata, bahkan kegembiraan kecil ini kami rasakan saat kami menunggu,” kata Sawsan Bkeer, ibu dari tahanan Palestina berusia 24 tahun, Marah Bkeer.
Marah dipenjara selama delapan tahun atas tuduhan penikaman dan penyerangan pada 2015. Rumah di Yerusalem itu ramai sebelum putrinya dibebaskan.
“Kami masih takut untuk merasa bahagia dan pada saat yang sama, kami tidak memiliki rasa bahagia atas apa yang terjadi di Gaza,” kata Sawsan.
Sedangkan di Beitunia, sebuah kota dekat Ramallah di wilayah pendudukan Tepi, massa dalam jumlah besar, sebagian besar adalah pria muda, menyambut tahanan yang dibebaskan dengan bersorak. Mereka membunyikan klakson mobil, dan berbaris di jalan sambil membawa bendera Palestina.
Beberapa di antara massa juga membawa bendera kelompok Hamas. "Saya tidak bisa mengungkapkan perasaan saya. Syukurlah," kata Laith Othman, 17 tahun, yang ditahan awal tahun ini karena dicurigai melempar alat pembakar dan dibebaskan pada Jumat.
“Situasi di dalam (penjara) sangat sulit,” katanya sambil digendong di bahu seseorang sepanjang jalan.
Lebih dari 100 tahanan Palestina lainnya akan dibebaskan dalam empat hari mendatang dan lebih banyak lagi yang mungkin akan dibebaskan jika gencatan senjata diperpanjang. Namun para komandan Israel telah berjanji untuk membebaskan semua sandera saat mereka bersiap untuk melakukan serangan di Gaza.
Sekitar 14.000 warga Palestina telah terbunuh dalam pemboman Israel di Gaza dan operasi darat yang diluncurkan bulan lalu. Militer mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan tahap operasi berikutnya setelah gencatan senjata berakhir.
Ismail Shaheen yang berbicara dari kamp pengungsi Dheisheh di Bethlehem mengatakan, dia sedang menunggu untuk melihat putrinya Fatima yang ditangkap awal tahun ini. Dia dituduh melakukan percobaan penikaman.
Ilmuwan komputer berusia 32 tahun ini ditembak saat penangkapannya. Shaheen mengatakan, dia terkejut melihat putrinya menggunakan kursi roda ketika dia pertama kali diizinkan mengunjunginya di penjara, beberapa bulan setelah putrinya ditahan.
"Alhamdulillah dia dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran ini," ujar Shaheen.
“Kami senang dia akan dibebaskan, tapi hanya sedikit saja yang bisa dibebaskan, karena kami tidak bisa mengabaikan kondisi buruk saudara-saudara kami di Gaza, di mana ribuan orang telah terbunuh," ujarnya.