Ahad 26 Nov 2023 20:37 WIB

Warga Gaza Berharap Gencatan Senjata Permanen

Warga Gaza ingin bisa leluasa melanjutkan hidup.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Seorang anak laki-laki dan seorang wanita Palestina yang terluka menyeberang dari Jalur Gaza utara ke Jalur Gaza selatan di sepanjang jalan Salah Al Din di Jalur Gaza tengah, 25 November 2023.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Seorang anak laki-laki dan seorang wanita Palestina yang terluka menyeberang dari Jalur Gaza utara ke Jalur Gaza selatan di sepanjang jalan Salah Al Din di Jalur Gaza tengah, 25 November 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Bulan lalu militer Israel meminta semua warga sipil untuk meninggalkan bagian utara Jalur Gaza. Di awal serangannya ke kantong permukiman padat penduduk itu Israel menggempur Gaza dengan serangan udara.

Namun, mereka terus membombardir bagian selatan di mana ratusan ribu orang mengungsi. Israel mengatakan warga sipil tidak boleh kembali ke utara selama gencatan senjata dan banyak dari mereka yang melarikan diri ke selatan sekarang mencari informasi dari mereka yang tetap tinggal.

Baca Juga

Di tenda-tenda darurat di luar Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Mohammed Shbeir mengatakan ia sangat ingin membawa keluarganya kembali ke rumah ke kamp pengungsi al-Shati di utara. Mereka memutuskan tidak melakukannya setelah mendengar desas-desus orang-orang yang mencoba melakukannya ditembaki pasukan Israel.

"Saya tidak bisa tinggal di tenda seperti ini. Saya dulu punya rumah dan merasa nyaman dengan anak-anak saya," katanya, sambil menyuapi anaknya yang masih bayi dengan sup miju-miju karena tidak ada susu formula yang tersedia, Ahad (26/11/2023).

Sementara itu, blokade menambah krisis kemanusiaan. Hanya ada listrik untuk rumah sakit, sedikit air bersih, bahan bakar untuk ambulans, atau makanan dan obat-obatan.

Di sebuah pasar jalanan di Khan Younis, di mana tomat, lemon, terong, paprika, bawang, dan jeruk berada di dalam peti, Ayman Nofal mengatakan ia dapat membeli lebih banyak sayuran daripada yang tersedia sebelum gencatan senjata dan harganya lebih murah.

"Kami berharap gencatan senjata ini akan terus berlanjut dan permanen, bukan hanya empat atau lima hari. Orang-orang tidak dapat membayar biaya perang ini," katanya.

Di sebuah kantor PBB di Khan Younis, warga menunggu untuk mendapatkan gas. Persediaan gas mulai menipis beberapa pekan yang lalu dan banyak orang memasak makanan di atas api unggun dengan bahan bakar kayu bekas yang diselamatkan dari lokasi-lokasi pengeboman.

Mohammed Ghandour menunggu selama lima jam untuk mengisi tabung logam silindernya, setelah bangun subuh di sekolah tempat ia dan keluarganya berlindung. Ia melakukan perjalanan panjang ke depot, tetapi masih terlambat.

"Saya sekarang akan pulang tanpa gas," katanya.

Namun, di penyeberangan Rafah dengan Mesir, truk-truk terlihat mulai bergerak perlahan melintasi perbatasan dan masuk ke Gaza dengan membawa pasokan baru.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement