Ahad 26 Nov 2023 20:40 WIB

Warga Palestina Mengaku Menderita Selama Ditahan Oleh Israel

Hamas menukar 24 warga Israel dan asing yang disandera dengan 39 warga Palestina.

Warga menyaksikan helikopter tentara Israel yang membawa warga Israel yang disandera Hamas di helipad Schneider-Childrens Medical Center di Petah Tikva, Israel, Jumat (24/11/2023). Israel dan Hamas sepakat untuk melakukan pembebasan sandera sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata selama empat hari. Sebanyak 50 sandera Israel dibebaskan oleh Hamas dan 150 wanita Palestina serta anak-anak yang ditahan di penjara Israel dibebaskan oleh Israel.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Warga menyaksikan helikopter tentara Israel yang membawa warga Israel yang disandera Hamas di helipad Schneider-Childrens Medical Center di Petah Tikva, Israel, Jumat (24/11/2023). Israel dan Hamas sepakat untuk melakukan pembebasan sandera sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata selama empat hari. Sebanyak 50 sandera Israel dibebaskan oleh Hamas dan 150 wanita Palestina serta anak-anak yang ditahan di penjara Israel dibebaskan oleh Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah warga Palestina yang dibebaskan pada Jumat oleh Israel, sebagai bagian dari kesepakatan jeda kemanusiaan dengan kelompok perlawanan Hamas, mengaku menderita selama ditahan di penjara-penjara Israel. Laith Othman, pemuda 17 tahun asal Ramallah, mengatakan bahwa situasi di dalam penjara "sangat buruk".

"Mereka melarang kami keluar dari sel, makanannya sangat buruk, waktu untuk mandi sangat singkat, " kata dia dalam video yang ditayangkan Al Jazeera.

Baca Juga

Dia menambahkan bahwa Israel mengancam akan menahan lagi para tahanan jika mereka "merayakan pembebasan" itu.

Warga Palestina lainnya, Raghd Al-Fanni, mengaku menjalani kehidupan yang sangat sulit selama ditahan di penjara Israel apalagi setelah serangan 7 Oktober 2023. Dia mengungkapkan bahwa para tahanan tidak mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai manusia.

"Air keran rasanya seperti klorin," ujar perempuan itu.

Perempuan lain yang ditahan oleh Israel, Fareed Najm, juga mengungkapkan bahwa para tahanan tidak diberi air minum bersih dan makanan yang cukup. Warga Palestina itu juga mengaku dipermalukan dalam perjalanan pulang.

"Kami telah banyak menderita di penjara ... Mereka selalu memperlakukan kami dengan cara yang sangat buruk," kata Najm.

Muhammad Abu Naim juga mengungkapkan bahwa para tahanan Palestina menjalani hidup yang menderita selama di penjara.

"Saya dibebaskan dalam keadaan telanjang dengan celana boxer, tanpa ponsel atau apa pun. Kami telah disiksa di penjara. Kami mendengar teriakan keras dari bagian dari penjara lain, terutama tahanan dari Gaza, dan melihat banyak darah," katanya.

Dikutip dari Anadolu, jeda kemanusiaan selama empat hari antara tentara Israel dan Hamas mulai berlaku pada Jumat (24/11/2023) di seluruh Jalur Gaza, yang memungkinkan pertukaran tawanan dan pengiriman bantuan.

Pada hari itu, Hamas menukar 24 warga Israel dan warga asing yang disandera dengan 39 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Menurut perjanjian, total 50 sandera Israel akan ditukar dengan 150 tahanan Palestina secara bertahap selama empat hari.

Israel memperkirakan sedikitnya 239 warga Israel ditahan oleh Hamas menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina itu pada 7 Oktober 2023.

Israel mengatakan gencatan senjata dapat diperpanjang jika Hamas terus membebaskan sandera setidaknya 10 orang per hari. Sumber Palestina mengatakan hingga 100 sandera bisa dibebaskan, menurut laporan Reuters.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement