Selasa 28 Nov 2023 05:13 WIB

Alasan Finlandia Salahkan Rusia Atas Arus Migran

Rusia dituduh semakin gencar mendorong migran melewati perbatasan ke Finlandia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Foto file 17 Maret 2020 ini, menunjukkan lalu lintas masuk ke Finlandia di stasiun perbatasan Nuijamaa di antara Finlandia dan Rusia di Lappeenranta, Finlandia, pada saat penutupan yang jarang terjadi karena COVID-19. Estonia dan Finlandia ingin negara-negara Eropa berhenti mengeluarkan visa turis ke Rusia di tengah perang di Ukraina. Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas mengatakan Selasa bahwa “mengunjungi Eropa adalah hak istimewa, bukan hak asasi manusia.” Rekannya dari Finlandia, Sanna Marin, mengatakan orang Rusia yang bepergian ke Eropa
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Menteri Luar Negeri Finlandia Elina Valtonen menuduh Rusia semakin gencar mendorong para migran untuk melewati perbatasan ke Finlandia. Kondisi ini semakin mendapatkan perhatian karena jumlahnya meningkat.

“Kami memiliki bukti yang menunjukkan bahwa, tidak seperti sebelumnya, otoritas perbatasan Rusia tidak hanya membiarkan orang-orang tanpa dokumentasi yang memadai memasuki perbatasan Finlandia, namun mereka juga secara aktif membantu mereka memasuki zona perbatasan,” kata Valtonen pada pekan ini.

Baca Juga

BAGAIMANA REAKSI FINLANDIA?

Pihak berwenang Finlandia dengan cepat menutup empat pos pemeriksaan, kemudian tiga pos pemeriksaan lainnya. Tindakan ini membuat negara itu hanya menyisakan satu titik penyeberangan Arktik yang terbuka bagi para pencari suaka.

Bahkan, pemerintah Finlandia mengirim tentara untuk memasang kawat berduri dan penghalang beton di sepanjang perbatasan. Negara itu juga meminta bantuan dari badan perbatasan Uni Eropa Frontex, yang menyatakan akan mengirimkan puluhan petugas dan peralatan sebagai bala bantuan ke perbatasan Finlandia.

Perdana Menteri Petteri Orpo mengatakan, telah terjadi gangguan serius terhadap keamanan perbatasan. Namun pihak berwenang juga bersikeras bahwa mereka telah mengendalikan situasi.

Istana Kremlin membantah memberikan dorongan kepada para migran dan menyesalkan penutupan perbatasan Finlandia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova berpendapat, bahwa Finlandia seharusnya mencoba mencari solusi yang dapat diterima bersama atau menerima penjelasan.

PERANG HIBRIDA

Negara-negara Barat selama bertahun-tahun menuduh Rusia dan sekutunya Belarusia menggunakan migran yang mencari keamanan dan peluang ekonomi di Eropa. Penyeberangan itu diklaim digunakan sebagai pion untuk mengganggu stabilitas demokrasi Barat.

Para pemimpin Eropa menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk perang hibrida yang dilancarkan Moskow untuk melawan mereka. Upaya ini bersamaan metode disinformasi, campur tangan pemilu, dan serangan dunia maya.

Valtonen mengatakan, tidak ada keraguan bahwa Rusia memanfaatkan migran sebagai bagian dari perang hibrida melawan Finlandia setelah negara tersebut bergabung dengan NATO. Pakar Barat lainnya juga setuju.

“Pihak Finlandia benar, bahwa Rusia telah mempersenjatai migrasi selama beberapa waktu dengan disinformasi yang agresif, idenya hanya untuk membuat 'irisan' dalam masyarakat yang mereka anggap bermusuhan,” kata profesor geopolitik di Royal Holloway, University of London, Klaus Dodds.

“Ini semua tentang mendestabilisasi Finlandia,” ujar Dodds.

DEJA VU

Komisaris Dalam Negeri Uni Eropa Ylva Johansson mengatakan, bahwa tantangan di perbatasan Finlandia memberinya perasaan “deja vu.” Presiden Finlandia Sauli Niinisto mencatat pada pekan ini, bahwa Rusia pada 2015 hingga 2016 telah mengizinkan pencari suaka untuk mendekati pos pemeriksaan perbatasan di Finlandia utara. Hal ini dipandang sebagai respons terhadap peningkatan aktivitas pelatihan Finlandia dengan NATO.

Niinisto mengingat peringatan sebelumnya bahwa Finlandia harus bersiap menghadapi kebencian tertentu. "Kita sekarang terus-menerus diingatkan setiap hari bahwa Finlandia bergabung dengan NATO," ujarnya.

Negara-negara NATO seperti Polandia, Lithuania, dan Latvia juga menghadapi tekanan migrasi di perbatasan mereka dengan Belarusia selama lebih dari dua tahun. Gelombang migran yang sedikit dan tiba-tiba dari Belarusia terjadi setelah UE menjatuhkan sanksi terhadap negara itu pada pemilu 2020 yang diklaim dimenangkan oleh pemimpin  Alexander Lukashenko, tetapi secara luas dianggap curang.

Perdana Menteri Latvia Evika Siliņa mengatakan saat berkunjung ke Finlandia pada pekan ini, bahwa negara Baltik tersebut mencatat peningkatan upaya migran untuk melintasi perbatasan Belarus-Latvia pada September. Kondisi ini mendorong negara tersebut menutup semua pos pemeriksaan di perbatasan sepanjang 173 kilometer, kecuali satu perbatasan yang dibiarkan terbuka untuk pencari suaka.

Siliņa mengatakan, tidak mungkin menebak pemikiran Lukashenko dan Presiden Rusia Vladimir Putin. “Itu hal buruknya. Kami tidak bisa memprediksinya. Kami harus bereaksi dan proaktif seperti dalam situasi darurat," katanya.

MENGAPA TEKANAN MIGRASI MENYEBABKAN INSTABILITAS?

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement