Rabu 29 Nov 2023 08:24 WIB

Keluarga Gaza Bertahan Tinggal di Rumah yang Hancur Akibat Serangan Israel

PBB mencatat lebih dari 46.000 bagunan rumah hancur di Gaza akibat agresi Israel.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina di hari ketiga gencatan senjata mengunjungi rumah mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza
Foto: AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina di hari ketiga gencatan senjata mengunjungi rumah mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Satu keluarga Palestina beranggotakan enam orang bersikeras untuk tetap tinggal di rumahnya di Kota Deir al-Balah di Jalur Gaza tengah. Padahal, tempat tinggal tersebut telah menjadi puing-puing akibat serangan udara Israel.

Keluarga tersebut terus hidup dalam kondisi yang sulit setelah pesawat tempur Israel menghancurkan rumah dua lantai mereka pada bulan lalu. Serangan itu juga melukai serius kepala keluarga Khaled Naji yang berusia 51 tahun.

Baca Juga

Khaled mengatakan dikutip dari Anadolu Agency, bahwa mereka terkejut dengan pengeboman rumah meskipun tidak ada sasaran militer di dekat hunian itu. Rudal Israel mengubah rumahnya dan rumah tetangganya menjadi puing-puing.

“Pemboman tersebut menyebabkan luka dalam di tangan saya dan luka bakar di tubuh saya setelah saya pulih dari bawah reruntuhan…,” kata Khaled.

“Kepadatan mendorong saya untuk kembali tinggal di rumah setelah saya melihat warga mendirikan tenda yang terbuat dari baju robek, nilon, dan timah (di tempat penampungan sementara),” ujarnya.

Di tengah reruntuhan rumah, istri Khaled Siham Naji sedang memotong tomat dan paprika. Dia menyiapkan sarapan untuk keluarganya dengan bantuan Khaled dan salah satu anak mereka.

Meski berada dalam situasi yang mengerikan, keluarga tersebut bersikeras untuk tetap tinggal di rumahnya. Mereka bekerja dengan dedikasi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menjamin penghidupan.

Pada dini hari, keluarga ini berjuang mengorek di antara puing-puing untuk mencari beberapa potongan kayu dari perabotan yang hancur akibat pengeboman. Khaled bekerja keras membuang puing-puing untuk mencari sedikit kayu agar bisa menyalakan api dan menyiapkan makanan sarapan yang dikenal sebagai “wajan tomat” yang terdiri dari tomat, paprika, dan bawang putih yang diaduk di atas api hingga matang.

“Kami menyiapkan makanan dan roti di atas reruntuhan,” kata Khaled.

Khaled menjelaskan, keluarganya tinggal di bagian kamar bobrok bersama keluarganya, meskipun rumah mereka hancur total. Meski kehancuran dan kesakitan menimpa keluarga tersebut, Siham berusaha membelai cucunya di atas kasur yang diletakkan di atas reruntuhan. Keluarga tersebut berlindung di sebuah ruangan retak, yang merupakan sisa-sisa rumah, untuk tidur dan menghabiskan waktu di dalamnya.

“Meskipun terjadi kehancuran, kami akan tetap teguh. Kami tidak bisa meninggalkan rumah kami. Mereka (tentara Israel) ingin memaksa kami meninggalkan tanah air kami, dan kami tidak akan menerimanya dengan nyawa kami," ujar Khaled.

Menurut Khaled, keluarganya merupakan orang-orang pemilik suatu tujuan dan pemilik tanah. “Penjajah (Israel) datang dari banyak negara. Mereka semua adalah tentara bayaran dan tidak punya tanah air…Tidak ada kemungkinan bagi kami untuk meninggalkan tanah kami meskipun terjadi kehancuran,” katanya.

“Pendudukan menghancurkan rumah kami, dan saya berharap perang akan berakhir. Semua mainan saya hilang,” kata Youssef, anak kecil pasangan itu.

Siham menyatakan, keluarganya tetap tinggal di sebagian kecil sisa ruangan rumah.  "Tidak ada air atau rumah untuk tinggal, dan musim dingin akan tiba. Kami tidak tahu bagaimana beradaptasi dan hidup," ujarnya.

Menurut Siham, gencatan senjata kemanusiaan tidak cukup untuk meringankan penderitaan masyarakat. "Kami berharap perdamaian dan stabilitas akan kembali dalam kehidupan kami,” tambahnya.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat lebih dari 46.000 bagunan rumah hancur di Gaza selama agresi militer Israel ke wilayah tersebut. Laporan terbaru PBB yang dirilis Senin (27/11/2023) juga mencatat lebih dari 234.000 unit rumah di Gaza rusak.

"Jumlah ini mencakup lebih dari 60 persen persediaan perumahan di Jalur Gaza," kata PBB.

Khususnya di Kota Gaza dan Gaza utara, pemboman besar-besaran telah mengakibatkan kerusakan pada lebih dari 50 persen seluruh bangunan. “Di samping kerusakan luas pada jalan dan infrastruktur penting seperti sistem tenaga listrik dan jaringan distribusi, serta tangki penyimpanan air, pipa, jaringan pasokan dan saluran drainase”, kata laporan itu.

Jeda kemanusiaan yang awalnya ditetapkan selama empat hari antara Israel dan faksi-faksi Palestina mulai berlaku pada pukul 07.00 waktu setempat pada 24 November 2023 Perjanjian jeda kemanusiaan tersebut mencakup pembebasan 50 tahanan Israel dari Gaza, dengan imbalan pembebasan 150 warga Palestina dari penjara Israel.

Kesepakatan ini pun mengatur masuknya ratusan truk bermuatan bantuan kemanusiaan dan bantuan medis dan bahan bakar ke seluruh wilayah Jalur Gaza. Kini kesepakatan itu telah diperpanjang dua hari.

Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober. Sejak itu, serangan itu membunuh sedikitnya 14.854 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 perempuan. Sedangkan Korban tewas resmi di Israel mencapai 1.200 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement