Sabtu 02 Dec 2023 03:32 WIB

Israel Siapkan Berbagai Opsi untuk Usir Hamas dari Gaza

Pembicaraan mengusir Hamas dari Gaza terus berkembang antara Israel dan AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Pejuang brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas.
Foto: EPAEPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pejuang brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel mencari berbagai cara untuk melenyapkan Hamas dari Gaza. Beberapa pejabat Israel dan Amerika Serikat (AS) sedang mendiskusikan gagasan untuk mengusir ribuan militan tingkat rendah dari wilayah kantong Palestina sebagai cara untuk mempersingkat perang. 

Gagasan ini mengingatkan pada kesepakatan yang ditengahi AS, yang memungkinkan pemimpin Palestina Yasser Arafat dan ribuan pejuangnya melarikan diri dari Beirut selama pengepungan Israel terhadap ibu kota Lebanon pada 1982. Prospek pengusiran pejuang Hamas adalah bagian dari pembicaraan yang terus berkembang antara Israel dan Amerika Serikat mengenai siapa yang akan memerintah Gaza ketika perang berakhir, dan apa yang dapat dilakukan untuk memastikan wilayah tersebut tidak akan pernah digunakan untuk melakukan serangan lain terhadap Israel seperti yang terjadi pada 7 Oktober.

Baca Juga

Dilaporkan Wall Street Journal, salah satu usulan mengenai bagaimana mengatur Gaza tanpa kehadiran Hamas akan dimulai dengan penciptaan zona aman bebas Hamas yang akan diatur oleh undang-undang baru.  Diskusi terpisah AS-Israel mengenai pemindahan pejuang Hamas dan keluarga mereka keluar dari Jalur Gaza, bertujuan untuk memberikan strategi keluar bagi beberapa pejuang Hamas dan mempermudah pembangunan kembali Gaza setelah pertempuran berakhir.

Ketika gencatan senjata sementara terus berlanjut, masih belum ada konsensus mengenai pertanyaan-pertanyaan mendasar yang dapat mengakhiri perang.  Tidak ada kesepakatan antara Israel, AS, dan negara-negara Arab mengenai siapa yang harus mengelola Gaza atau siapa yang akan memberikan keamanan harian bagi dua juta orang yang tinggal di sana.

Israel dan AS berselisih mengenai peran apa yang harus dimainkan oleh Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, dalam mengelola Gaza. Sejauh ini tidak ada peta jalan mengenai apa yang harus terjadi pada ribuan pejuang Hamas dan keluarga mereka.

Salah satu opsi yang sedang dibahas oleh Israel dan AS adalah usulan untuk memaksa pejuang tingkat rendah meninggalkan Jalur Gaza, untuk mencegah kelompok tersebut mendapatkan kembali kekuasaannya.

Sebelum perang dimulai, Israel memperkirakan Hamas memiliki sekitar 30.000 pejuang di Jalur Gaza.  Israel telah berjanji untuk membunuh para pemimpin tertinggi Hamas dan anggotanya yang mengambil bagian dalam serangan 7 Oktober.

Militer Israel memperkirakan telah membunuh ribuan pejuang Hamas sejak perang dimulai. Para pejabat mempertimbangkan model di Beirut untuk mengusir Hamas dan keluarga mereka dari Gaza.

Pada 1982, pasukan militer Israel mengepung Beirut dalam upaya melemahkan kekuatan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Lebanon.  Pengepungan selama dua bulan dan pengeboman besar-besaran Israel di Beirut menciptakan keretakan antara Israel dan AS. Hal ini menjadi perantara kesepakatan untuk mengakhiri pertarungan dengan kesepakatan Israel yang mengizinkan Arafat dan sekitar 11.000 pejuang Palestina meninggalkan Lebanon menuju Tunisia. 

Sejauh ini belum ada diskusi yang mengizinkan pejabat tinggi Hamas seperti pemimpin Gaza, Yahya Sinwar dan komandan militer, Mohammed Deif meninggalkan Gaza karena peran mereka dalam merencanakan serangan 7 Oktober. Meninggalkan Gaza pada dasarnya akan berbeda bagi para pejuang Palestina saat ini dibandingkan meninggalkan Lebanon pada 1982. Karena Jalur Gaza adalah rumah dan bagian dari negara Palestina merdeka yang diharapkan.

Seorang pejabat senior Israel mengatakan tidak jelas apakah pejuang Hamas akan mengambil pilihan pengasingan, jika ditawarkan. “Saya tidak melihat mereka serasional PLO. Ini adalah organisasi yang lebih religius dan jihadis yang terhubung dengan ide-ide Iran," ujar seorang pejabat yang berbicara dengan syarat anonim.

Pejabat tersebut mengatakan, tidak ada diskusi praktis mengenai pengasingan pejuang Hamas. Namun jika Israel membiarkan Hamas tidak punya pilihan lain, opsi model Beirut tersebut mungkin bisa dilakukan. 

"Beberapa pejuang Hamas mungkin bersedia mempertimbangkan gagasan tersebut jika kepemimpinan mereka terbunuh. Namun ide tersebut menghadapi banyak rintangan yang membuatnya tidak praktis," ujar Randa Slim, direktur Program Resolusi Konflik dan Dialog Jalur II di Institut Timur Tengah. 

Proposal tersebut memerlukan dukungan dari negara-negara yang bersedia menerima pejuang Hamas, seperti Turki, Qatar, Iran, Rusia dan Lebanon.  Hal ini harus menjawab pertanyaan apakah para pejuang dapat meninggalkan negaranya bersama keluarga mereka.  Hamas juga harus mempercayai Israel untuk menghormati komitmen apa pun yang dibuat dalam perjanjian tersebut, seperti perjanjian untuk tidak menargetkan pejuang Palestina begitu mereka meninggalkan Gaza.

“Saya pikir hal tersebut tidak realistis mengingat kondisi konflik saat in. Tetapi hal-hal mungkin akan berkembang di masa depan," ujar Slim.

Sementara itu, militer telah mengembangkan proposal terpisah yang membayangkan pembentukan “Otoritas Restorasi Gaza,” yang didukung oleh Arab Saudi dan UEA yang bertugas membangun kembali Jalur Gaza yang bebas Hamas. Proposal tersebut sebagian besar merupakan titik awal untuk diskusi yang menghadapi hambatan besar, termasuk posisi AS yang menyatakan bahwa pemerintahan pascaperang di Gaza harus berada di bawah Otoritas Palestina.  Hal ini juga memerlukan dukungan dari Arab Saudi dan UAE. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement