REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warganet sedang menjajaki strategi untuk meningkatkan angka kelahiran yang menurun di Korea Selatan. Sesuai dengan temuan Bank of Korea, angka kelahiran total di Korea Selatan bisa melonjak jika harga rumah turun ke tingkat tahun 2015.
Dilansir Allkpop, Selasa (5/12/2023), hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perbaikan pada berbagai kondisi, angka kelahiran rendah di Korea Selatan pada tahun 2022 secara teoritis dapat mencapai tingkat rata-rata 34 negara OECD.
Namun, skenario ini mencakup dampak dari variabel-variabel yang sulit diubah dalam jangka pendek, seperti kepadatan pendudukan perkotaan dan proporsi kelahiran di luar nikah. Perbaikan kondisi kelembagaan dan faktor sosial, ekonomi, budaya secara keseluruhan juga dapat berkontribusi pada peningkatan angka kelahiran.
Singkatnya, berikut adalah enam potensi perbaikan kondisi yang dapat menyebabkan angka kelahiran lebih tinggi, yang diurutkan berdasarkan perkiraan dampaknya.
Mengurangi konsentrasi penduduk perkotaan (peningkatan sebesar +0,414)
Mengizinkan kelahiran di luar nikah (+ 0,159)
Meningkatkan lapangan kerja bagi kaum muda (+0,119)
Mengaktifkan cuti orang tua (memperpanjangnya dari 10,3 pekan menjadi rata-rata OECD 61,4 pekan) (+0,096).
Memberikan dukungan keuangan federal tambahan untuk keluarga (+0,055)
Menjamin stabilitas harga rumah (+0,002)
Di sebuah forum daring, seorang warganet dengan bercanda menyebut metode yang paling berdampak dalam mengurangi konsentrasi penduduk perkotaan sebagai “penghancuran Republik Seoul”. Istilah satir ini mengolok-olok konsentrasi mata pencaharian dan peluang di Seoul, yang menarik sebagian besar penduduk hanya ke ibu kota.
Warganet menuliskan banyak reaksi. Di antaranya adalah “Tetapi orang-orang sebenarnya tidak ingin melakukan perubahan ini”, “Seoul itu seperti kandang ayam”, “Saya ingin meninggalkan Seoul secepat mungkin jika ada pekerjaan di kota lain…”, dan “Ini benar …. Temanku yang tinggal di Seoul adalah satu-satunya yang tidak menikah.”
Kemudian ada juga yang menulis komentar “Jika tidak bisa kuliah atau mendapatkan pekerjaan di Seoul, maka secara psikologis orang akan merasa dikucilkan dan menyerah pada pernikahan”, “Tapi Aku tidak punya keinginan untuk berbagi DNA dengan siapa pun di sini demi mendapatkan seorang anak…”, dan “Pada kenyataannya, masyarakat dan perusahaan khawatir bahwa meninggalkan Seoul berarti kehancuran otomatis.”