REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Israel tidak boleh dibiarkan "lolos" dari dugaan kejahatan yang dilakukan di Gaza. Dalam pidatonya di KTT Dewan Kerjasama Teluk di Doha, Erdogan juga mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sedang terjerat masalah hukum, menempatkan seluruh kawasan dalam bahaya demi kelangsungan hidup politiknya.
"Pemerintahan Netanyahu membahayakan keamanan dan masa depan seluruh wilayah kami untuk memperpanjang umur politiknya," kata Erdogan dalam pernyataan yang disiarkan di televisi, Selasa (5/12/2023).
"Hilangnya nyawa 17.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan, adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Israel tidak boleh lolos dari kejahatan ini," katanya.
Sebagai pengkritik vokal terhadap tindakan Israel di Gaza, Erdogan berulang kali menyerukan agar Netanyahu diadili atas dugaan kejahatan perang.
Sebelumnya kantor berita milik pemerintah Turki melaporkan pejabat intelijen Turki memperingatkan rekan-rekan Israel mereka tentang "konsekuensi serius" jika mereka mencoba mengincar anggota Hamas di wilayah Turki.
Peringatan tersebut, yang dilaporkan Anadolu Agency pada Senin (4/12/2023) malam, muncul setelah dalam sebuah rekaman audio kepala badan keamanan dalam negeri Israel, Shin Bet, Ronen Bar mengatakan organisasinya siap untuk menghancurkan Hamas "di setiap tempat", termasuk di Libanon, Turki, dan Qatar.
Anadolu Agency, mengutip pejabat intelijen Turki yang tidak disebutkan namanya, mengatakan "peringatan yang diperlukan telah diberikan" kepada para pejabat Israel yang diberitahu tindakan mereka akan "menimbulkan konsekuensi serius."
Kantor berita tersebut juga mengutip para pejabat yang mengatakan Turki telah mencegah "kegiatan ilegal" oleh agen-agen asing di masa lalu dan tidak ada badan intelijen asing yang diizinkan untuk melakukan operasi di wilayah Turki.
Badan mata-mata Israel, Mossad, telah dituduh terlibat dalam serangkaian pembunuhan di luar negeri terhadap para militan Palestina dan ilmuwan nuklir Iran selama bertahun-tahun.
Turki menjadi tuan rumah bagi para pejabat Hamas dan Erdogan mengatakan pemerintahnya menganggap Hamas sebagai organisasi pembebasan, bukan kelompok teroris.