REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan pada Jumat (8/12/2023), bahwa konferensi perdamaian internasional adalah suatu keharusan untuk mengakhiri perang di Gaza. Pertemuan itu bisa digunakan dalam mencari solusi politik jangka panjang yang akan mengarah pada pembentukan negara Palestina.
Dalam wawancara dengan Reuters, laki-laki berusia 87 tahun mengatakan, konflik antara Israel dan Palestina secara umum telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Kondisi ini memerlukan konferensi internasional dan jaminan dari kekuatan dunia.
Selain perang Israel dengan Hamas di Gaza, Abbas mengatakan, pasukan Israel telah meningkatkan serangan di wilayah pendudukan Tepi Barat selama setahun terakhir dengan pemukim meningkatkan kekerasan terhadap kota-kota Palestina. Abbas mengatakan, berdasarkan perjanjian internasional yang mengikat, dia akan menghidupkan kembali Otoritas Palestina yang melemah.
Abbas pun berjanji akan melaksanakan reformasi yang telah lama ditunggu-tunggu dan mengadakan pemilihan presiden dan parlemen. Pemilihan umum telah ditangguhkan setelah Hamas menang pada 2006 dan kemudian mendorong Otoritas Palestina keluar dari Gaza.
Ketika ditanya apakah Abbas akan mengambil risiko mengadakan pemilu mengingat kemungkinan bahwa Hamas bisa menang seperti yang terjadi pada 2006. “Siapa pun yang menang, dialah yang menang, ini akan menjadi pemilu yang demokratis," katanya.
Abbas berencana mengadakan pemilu pada April 2021 tetapi utusan Uni Eropa memberitahunya sebelum tanggal jatuh tempo bahwa Israel keberatan dengan pemungutan suara di Yerusalem Timur. Dia pun mengaku terpaksa membatalkan pemilu tersebut.
Presiden Palestina ini bersikeras bahwa tidak akan ada pemilu tanpa Yerusalem Timur. Dia mengatakan Otoritas Palestina pernah mengadakan tiga putaran pemilu di masa lalu yang mencakup Yerusalem Timur sebelum Israel memberlakukan larangan tersebut.
Israel merebut Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah pada 1967. Mereka kemudian mencaploknya dan mendeklarasikan seluruh kota sebagai ibu kotanya, sebuah tindakan yang tidak diakui secara internasional. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
Selain itu Abbas menekankan, Otoritas Palestina telah mematuhi semua perjanjian perdamaian yang ditandatangani dengan Israel sejak Perjanjian Oslo pada 1993 dan pemahaman yang mengikutinya selama bertahun-tahun. Namun Israel telah mengingkari janjinya untuk mengakhiri pendudukan.
Meski begitu, presiden Palestina ini menegaskan kembali posisinya yang sudah lama mendukung negosiasi daripada perlawanan bersenjata untuk mengakhiri pendudukan yang sudah berlangsung lama. “Saya dengan perlawanan damai. Saya mendukung negosiasi berdasarkan konferensi perdamaian internasional dan di bawah naungan internasional yang akan mengarah pada solusi yang akan dilindungi oleh kekuatan dunia untuk mendirikan negara Palestina yang berdaulat di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur,” kata Abbas.
Israel meningkatkan serangannya ke Gaza. Dalam dua bulan peperangan, Israel membunuh lebih dari 17 ribu orang, melukai 46 ribu orang, dan memaksa sekitar 1,9 juta orang mengungsi. Lebih dari separuh dari mereka kini berlindung di daerah-daerah di Gaza tengah atau dekat perbatasan Mesir.
Israel melancarkan kampanye untuk memusnahkan gerakan Hamas yang menguasai Gaza setelah pejuang Hamas berhasil menerobos perbatasan dan masuk di kota-kota Israel pada 7 Oktober. Menurut laporan Israel, tindakan itu menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang.
Abbas menyatakan kesiapan ketika Otoritas Palestina diminta untuk menjalankan Gaza. Otoritas Palestina masih berjalan sebagai sebuah institusi dan masih membayar gaji bulanan dan pengeluaran yang diperkirakan mencapai 140 juta dolar AS untuk karyawan, pensiunan dan keluarga yang membutuhkan. Bahkan, menurut Abbas, Otoritas Palestina masih memiliki tiga menteri yang hadir di Gaza.
“Kami memerlukan rehabilitasi, kami memerlukan dukungan besar untuk kembali ke Gaza,” kata Abbas.
Tapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel tidak akan menerima pemerintahan Otoritas Palestina untuk menjalankan Gaza. “Amerika Serikat mengatakan kepada kita bahwa mereka mendukung solusi dua negara, bahwa Israel tidak diperbolehkan menduduki Gaza, menjaga kendali keamanan di Gaza atau mengambil alih tanah dari Gaza,” kata Abbas mengacu pada rencana yang dilontarkan Israel untuk mendirikan zona keamanan di Gaza setelah perang.
Abbas mengakui, AS tidak memaksa Israel untuk melaksanakan apa yang dikatakannya. “Mereka adalah satu-satunya kekuatan yang mampu memerintahkan Israel untuk menghentikan perang dan memenuhi kewajibannya, namun sayangnya hal ini tidak terjadi. Amerika adalah kaki tangan Israel," ujarnya.