REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menggunakan otoritas darurat untuk mengizinkan penjualan sekitar 14 ribu peluru tank ke Israel tanpa tinjauan Kongres. Langkah itu diambil setelah AS memveto rancangan resolusi di Dewan Keamanan PBB yang menyerukan pemberlakuan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza.
Pentagon mengungkapkan, pada Jumat (8/12/2023), Departemen Luar Negeri (Deplu) AS telah menggunakan deklarasi darurat tentang Undang-Undang Kontrol Ekspor Senjata (Arms Export Control Act) untuk amunisi tank senilai 106,5 juta dolar AS agar segera dikirim ke Israel. Penjualan tersebut akan berasal dari inventaris Angkatan Darat AS dan terdiri atas selongsong peluru tank M830A1 High Explosive Anti-Tank Multi-Purpose with Tracer (MPAT) 120mm serta peralatan terkait.
“Israel akan menggunakan peningkatan kemampuan tersebut sebagai pencegah ancaman regional dan untuk memperkuat pertahanan dalam negerinya,” kata Pentagon, Sabtu (9/10/2023), seraya menambahkan bahwa tidak akan ada dampak buruk terhadap kesiapan pertahanan AS akibat penjualan tersebut.
Menurut Pentagon, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menetapkan dan memberikan pembenaran rinci kepada Kongres bahwa peluru tank harus segera diberikan kepada Israel demi kepentingan keamanan nasional AS.
Sementara itu, seorang pejabat Deplu AS mengungkapkan, Washington terus menegaskan kepada Pemerintah Israel bahwa mereka harus mematuhi hukum kemanusiaan internasional dan mengambil setiap langkah yang mungkin untuk menghindari kerugian terhadap warga sipil. Dia menyebut, usulan penjualan terbaru menunjukkan komitmen AS terhadap keamanan Israel dan akan meningkatkan kemampuan pertahanan Israel.
Para aktivis hak asasi manusia menyatakan keprihatinan mereka atas keputusan penjualan ribuan peluru tank oleh AS kepada Israel tersebut. Menurut mereka, langkah itu tak sejalan dengan upaya Washington untuk menekan Israel agar meminimalkan korban sipil dalam perangnya di Gaza.
Pada Jumat lalu, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi rancangan resolusi yang menuntut penerapan gencatan senjata segera di Gaza. Hal itu karena adanya veto dari AS. Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan, sebanyak 13 negara mendukung resolusi yang diajukan Uni Emirat Arab (UEA) tersebut. Sementara AS memilih menentang dan Inggris abstain.
UEA mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan draf resolusi tersebut secepatnya. Hal itu mengingat kian melambungnya jumlah korban meninggal di Gaza akibat agresi Israel. Hampir 100 negara ikut mensponsori rancangan resolusi terkait.
Dalam rancangan resolusi tersebut, semua pihak yang berkonflik diserukan mematuhi hukum internasional, khususnya terkait perlindungan terhadap warga sipil. Resolusi juga menuntut diberlakukannya gencatan senjata kemanusiaan segera. Selain itu Sekretaris Jenderal PBB diminta melaporkan kepada Dewan Keamanan mengenai pelaksanaan gencatan senjata.
Sejauh ini jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat agresi Israel telah melampaui 17.500 jiwa. Sementara korban luka menembus 48 ribu orang. Angka tersebut dihitung sejak Gaza mulai dibombardir pada 7 Oktober 2023.