Ahad 10 Dec 2023 22:20 WIB

WHO: Situasi Kesehatan di Gaza dalam Bencana

WHO menggelar sesi darurat soal krisis kesehatan di Gaza.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Foto: AP Photo/Ajit Solanki
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada pertemuan darurat dewan Ahad (10/12/2023) mengatakan dampak konflik Israel-Hamas terhadap sektor layanan kesehatan di Gaza merupakan bencana besar. Dia mengatakan bahwa kondisinya ideal untuk penyebaran penyakit mematikan.

Namun, ia mengatakan bahwa mustahil bagi WHO untuk memperbaiki situasi mengingat kekerasan yang terus terjadi. “Sudah jelas bahwa dampak konflik terhadap kesehatan adalah bencana besar,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada dewan yang beranggotakan 34 orang, dilansir dari laman Malay Mail pada Ahad.

Baca Juga

“Singkatnya, kebutuhan kesehatan telah meningkat secara dramatis dan kapasitas sistem kesehatan telah berkurang hingga sepertiga dari sebelumnya,” lanjutnya. 

Sebuah mosi sedang ditinjau oleh dewan tersebut diusulkan oleh Afghanistan, Maroko, Qatar dan Yaman yang menuntut pengesahan personel medis dan pasokan. Selain itu juga menugaskan WHO untuk mendapatkan pendanaan untuk membangun kembali rumah sakit.

Namun Tedros mengatakan bahwa hampir mustahil untuk memenuhi permintaan tersebut mengingat situasi keamanan di lapangan. Kemudian mengatakan bahwa ia sangat menyesalkan bahwa Dewan Keamanan PBB tidak dapat menyetujui gencatan senjata setelah adanya veto Amerika Serikat (AS).

“Memasok kembali fasilitas kesehatan menjadi sangat sulit dan sangat terganggu oleh situasi keamanan di lapangan dan tidak memadainya pasokan dari luar Gaza,” kata dia.

Mosi tersebut dikritik oleh Israel. Hal itu dianggap memberikan perhatian yang tidak proporsional kepada Israel.

Sesi darurat WHO seperti ini jarang terjadi dan terjadi selama krisis kesehatan termasuk selama pandemi Covid-19 pada 2020 dan selama epidemi Ebola di Afrika Barat pada 2015. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement