Selasa 12 Dec 2023 09:57 WIB

Setiap Jam, Lebih dari Tiga Perempuan Terbunuh di Gaza

Gaza menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi perempuan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Dua anak perempuan Palestina makan mie saat mereka berjalan pulang dari sekolah melalui deretan etalase toko yang ditutup untuk pemogokan umum yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, di Kota Tua Yerusalem, Palestina, Senin (11/12/2023).
Foto: AP/Maya Alleruzzo
Dua anak perempuan Palestina makan mie saat mereka berjalan pulang dari sekolah melalui deretan etalase toko yang ditutup untuk pemogokan umum yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, di Kota Tua Yerusalem, Palestina, Senin (11/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Perempuan dan anak perempuan di Gaza mengalami tingkat kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut organisasi global ActionAid, kondisi saat ini di Gaza menjadikan wilayah itu sebagai salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi perempuan saat ini.

“Gaza adalah tempat paling berbahaya di dunia bagi perempuan atau anak perempuan saat ini. Jumlah perempuan dan anak perempuan yang dibunuh secara tidak wajar dalam kekerasan ini meningkat setiap jamnya,” kata Koordinator Advokasi dan Komunikasi ActionAid Palestina Riham Jafari dikutip dari Al Arabiya

Baca Juga

ActionAid menyatakan, lebih dari tiga perempuan terbunuh setiap jam di Gaza.  Perempuan dan anak perempuan di Gaza terbunuh dan terluka pada tingkat yang mengerikan, hak-hak penting mereka atas makanan, air, dan layanan kesehatan tidak diberikan setiap hari. 

Sementara itu, mereka mengalami tekanan psikologis dan trauma yang sangat besar setelah dua bulan hidup dalam teror. “Sementara setiap hari mereka harus berjuang mati-matian untuk memenuhi kebutuhan paling dasar mereka," kata Jafari. 

Menurut laporan dokter kepada ActionAid, setidaknya dua ibu terbunuh setiap 60 menit. Sementara tujuh perempuan terbunuh setiap dua jam di daerah kantong yang terkepung tersebut. 

Lebih dari 5.000 perempuan telah terbunuh sejak Israel mengobarkan perang di Gaza menyusul serangan infiltrasi Hamas pada 7 Oktober ke Israel selatan. Lebih dari 17.500 orang terbunuh dalam konflik tersebut, hampir 70 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

Selain itu, sekitar 50 ribu perempuan di Gaza sedang hamil. Kurang lebih 180 calon ibu setiap hari mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan tanpa perawatan medis yang memadai dengan menjalani operasi caesar dan operasi darurat tanpa sterilisasi, anestesi, atau obat penghilang rasa sakit.

Seorang bidan di rumah sakit al-Awda di Gaza utara mengatakan kepada ActionAid, bahwa puluhan perempuan Palestina yang sedang hamil melahirkan di tengah pengeboman Israel. “Selama [serangan] Israel di Gaza, kami menyaksikan sejumlah kasus perempuan yang selamat dari kekerasan akibat serangan tersebut,” ujar organisasi tersebut mengutip seorang dokter di rumah sakit.

“Ada seorang perempuan yang rumahnya dibom, dan [dia] berhasil diselamatkan dari bawah reruntuhan. Dia sampai di rumah sakit dengan beberapa patah dan patah tulang di sekujur tubuhnya. Dia juga dalam proses persalinan aktif, jadi dia dilarikan ke ruang operasi. Syukurlah, dia dan anaknya selamat dan sekarang baik-baik saja. [Namun ] hak perempuan ini untuk mendapatkan tempat yang aman untuk melahirkan telah hilang. Dia juga kehilangan haknya untuk mengakses kebutuhan dasar bagi dirinya dan anaknya," ujar pernyataan tersebut. 

Ketika Israel memperluas serangannya di Jalur Gaza, setidaknya 800 ribu perempuan telah mengungsi dari rumah mereka di Gaza. Banyak perempuan kini tinggal di fasilitas yang sangat padat, sebagian besar memiliki satu kamar mandi untuk setiap 700 orang dan satu toilet untuk setiap 150 orang.  Air untuk mencuci sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, tidak ada privasi, tidak ada sabun untuk menjaga kebersihan, dan tidak ada produk sanitasi.

"Sebagai seorang perempuan, saya menderita"

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement