REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel membantah laporan yang menyebutnya menjalin komunikasi dengan negara-negara Afrika untuk membahas pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza ke benua tersebut. Beberapa menteri Israel diketahui telah mengusulkan agar warga Gaza dimukimkan kembali di luar wilayah tersebut atau negara ketiga ketika perang dengan Hamas usai.
“Menanggapi publikasi mengenai masalah ini, perlu dicatat bahwa Israel tidak terlibat dalam pemeriksaan kelayakan pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara-negara di Afrika,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Haiat lewat akun Twitter X (Twitter)-nya, Selasa (9/1/2024), dikutip Anadolu Agency.
Pekan lalu, surat kabar Times of Israel melaporkan Israel sedang melakukan pembicaraan dengan Kongo dan negara-negara Afrika lainnya mengenai rencana “migrasi sukarela” warga Gaza. Juru bicara pemerintah Republik Demokratik Kongo Patrick Muyaya telah membantah kabar tentang adanya pembicaraan antara negaranya dan Israel mengenai kemungkinan penerimaan migran Palestina dari Gaza.
Pekan lalu, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich membuat pernyataan yang menganjurkan agar warga Palestina di Gaza dimukimkan kembali di luar wilayah tersebut. Smotrich berpendapat, hal itu akan membantu Israel mengendalikan Gaza secara militer.
Smotrich mendorong agar warga Gaza dipindahkan ke negara lain atau negara ketiga. “Jika kita bertindak dengan cara yang benar secara strategis dan mendorong emigrasi, jika ada 100 atau 200 ribu orang Arab di Gaza dan bukan dua juta, keseluruhan wacana setelah (berakhirnya) perang (dengan Hamas) akan sangat berbeda,” ucapnya.
Pernyataan Smotrich digemakan oleh Ben-Gvir. “Kita harus mempromosikan solusi untuk mendorong emigrasi penduduk Gaza,” ujar Ben-Gvir yang dikenal sebagai tokoh sayap kanan anti-Arab.
Menteri Warisan Budaya Israel Amichai Eliyahu juga ikut menggaungkan gagasan tentang pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza. Saat diwawancara stasiun radio lokal Israel pada Jumat (5/1/2024), Eliyahu mengatakan, Israel harus menghancurkan impian nasional rakyat Palestina. “Itulah yang harus kita lakukan,” ujarnya, dikutip laman Anadolu Agency.
Dia kemudian menyinggung tentang serangan dan operasi infiltrasi Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar setidaknya 1.139 orang. “(Sejak Hamas) membantai kita pada 7 Oktober, maka mereka tidak boleh berada di sana (Gaza). Kita harus menemukan cara bagi warga Gaza yang lebih menyakitkan daripada kematian,” kata Eliyahu.
Sejumlah negara, termasuk sekutu utama Israel, yakni Amerika Serikat (AS), telah menentang gagasan pengusiran warga Palestina dari Gaza. “AS menolak pernyataan Menteri Israel Smotrich dan Ben-Gvir yang menghasut serta tidak bertanggung jawab. Seharusnya tidak ada pengungsian massal warga Palestina dari Gaza,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller lewat akun X resminya, Rabu (3/1/2024) lalu.
Dia menegaskan, AS akan tetap memandang Gaza sebagai bagian dari wilayah Palestina. Namun Washington memang menolak Hamas kembali memerintah di wilayah tersebut. “Kami sudah jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi mengendalikan masa depannya serta tidak ada kelompok teror yang dapat mengancam Israel,” ucap Miller.
“Itu adalah masa depan yang kami cari, demi kepentingan Israel dan Palestina, kawasan sekitarnya, dan dunia,” ujar Miller.
Hingga saat ini Israel masih menggempur Gaza. Lebih dari 23 ribu Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sementara itu korban luka mendekati angka 59 ribu orang.