REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kepala bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Martin Griffiths menyatakan keprihatinan akan terus berlanjutnya peperangan di Kota Rafah yang berada di Jalur Gaza selatan. Dalam pernyataannya, dikutip Jumat (9/2/2024), pejabat PBB tersebut mengatakan peperangan di Kota Rafah dapat menimbulkan semakin banyak korban tewas dan memperburuk kondisi kemanusiaan di sana.
"Saat peperangan di Gaza memasuki bulan kelimanya, harapan semakin surut untuk jutaan orang yang terdampak serta personel kemanusiaan yang berjuang membantu mereka," kata Griffiths.
Dia mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin terhadap keselamatan dan kehidupan keluarga-keluarga Palestina yang terus menghadapi hal-hal yang tak terbayangkan demi mencari tempat aman. Terlebih, lebih dari setengah dari 2 juta penduduk Gaza saat ini mengungsi di Kota Rafah.
"Keadaan hidup mereka sangat buruk; mereka kekurangan kebutuhan dasar untuk hidup dan dibayangi kelaparan, penyakit, dan kematian," ucapnya.
Ucapnya, pertempuran yang berlanjut di Rafah akan semakin mempersulit operasi kemanusiaan yang saat ini saja sudah terhambat oleh tiadanya jaminan keamanan, kerusakan infrastruktur, dan pembatasan akses.
"Sederhananya, perang ini mesti dihentikan," katanya menambahkan.
Perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya menyebut akan meneruskan serangannya di Gaza hingga ke Kota Rafah dan tidak akan berhenti hingga kemenangan Israel atas Hamas menjadi "sempurna".
Setidaknya 14 warga Palestina terbunuh dan sejumlah lainnya terluka saat pesawat tempur Israel menembaki rumah-rumah di Kota Rafah serta Deir al-Balah di Jalur Gaza tengah, demikian dilaporkan kantor berita Palestina Wafa. Serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan setidaknya 27.585 rakyat Palestina dan mencederai 66.978 orang lainnya. Sementara itu, sekitar 1.200 warga Israel disebut tewas akibat serangan Hamas.
PBB menyebut serbuan Israel itu menyebabkan 85 persen populasi Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur Gaza rusak dan hancur, serta menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, serta obat-obatan.