REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Wakil perwakilan tetap Afrika Selatan untuk PBB menyatakan keprihatinannya atas kemungkinan serangan Israel terhadap kota Rafah di Jalur Gaza selatan. Rafah merupakan rumah bagi lebih dari satu juta orang yang mencari perlindungan dari perang Israel di wilayah kantong tersebut.
"Pengumuman perluasan operasi militer di Rafah, yang secara de facto telah berubah menjadi kamp pengungsi, semakin melanggengkan pengungsian warga Palestina dan mengancam mata pencarian warga sipil yang hampir tidak ada lagi," kata Marthinus van Schalkwyk dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, Selasa (13/2/2024).
Van Schalkwyk mengingatkan bahwa serangan ke Rafah berarti mengabaikan perintah Mahkamah Internasional (ICJ) yang dikeluarkan pada 26 Januari. Pernyataannya muncul setelah Afrika Selatan meminta ICJ untuk segera menilai niat Israel untuk memperluas kehadiran militernya di Rafah.
Afrika Selatan mendesak ICJ untuk mempertimbangkan apakah mereka memerlukan pengadilan untuk menggunakan kekuasaannya untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut terhadap hak-hak warga Palestina. Pada akhir tahun 2023, Afrika Selatan mengajukan kasus ke pengadilan PBB, menuduh Israel gagal menjunjung komitmennya berdasarkan Konvensi Genosida 1948.