Jumat 16 Feb 2024 00:42 WIB

Rencana AS Soal Pembentukan Negara Palestina Ditolak Dua Menteri Israel

AS dan sejumlah negara Arab sedang menyelesaikan rencana perdamaian jangka panjang.

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich (tengah).
Foto: AP/Sebastian Scheiner
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Dua menteri Israel menyuarakan penolakan terhadap rencana perdamaian yang diusulkan Amerika Serikat (AS) untuk pembentukan negara Palestina. Menurut laporan surat kabar Washington Post, AS dan sejumlah negara Arab sedang menyelesaikan rencana perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.

Rencana tersebut mencakup kerangka waktu yang pasti untuk pembentukan negara Palestina, yang dapat diumumkan paling cepat beberapa minggu ke depan.

Baca Juga

''Kami tidak akan pernah setuju, dalam keadaan apa pun, terhadap rencana ini yang pada dasarnya mengatakan bahwa Palestina pantas mendapatkan hadiah atas pembantaian mengerikan yang mereka lakukan terhadap kami, yaitu sebuah negara Palestina dengan ibu kota di Yerusalem,'' tulis Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich di platform media sosial X, Kamis (15/2/2024).

Menurut dia, negara Palestina adalah ancaman nyata terhadap Israel, seperti yang terlihat dari serangan kelompok pejuang Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir juga menentang rencana perdamaian yang dilaporkan Washington Post.

“1.400 orang terbunuh, dan dunia ingin memberi mereka (Palestina) sebuah negara. Itu tidak akan terjadi!'' kata dia di X.

Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Arab-Israel tahun 1967. Mereka mencaplok seluruh kota pada 1980 dan mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang “abadi dan tidak terbagi”--dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.

Sementara itu, Palestina berharap dapat mendirikan negara merdeka di Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober. Serangan itu menewaskan sedikitnya 28.576 orang dan menyebabkan kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok. Di lain pihak, hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Di sisi lain, Israel digugat melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam keputusan sementara pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

sumber : Antara, Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement