REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Amerika Serikat (AS) mengatakan, Mahkamah Internasional (ICJ) tidak dapat memerintahkan penarikan segera pasukan Israel dari wilayah pendudukan Palestina tanpa mempertimbangkan keamanan Israel. Hal itu disampaikan perwakilan AS dalam sidang dengar pendapat di ICJ tentang status dan konsekuensi hukum pendudukan Israel atas Palestina.
"Setiap gerakan menuju penarikan tentara Israel dari Tepi Barat dan Gaza memerlukan pertimbangan atas kebutuhan keamanan Israel yang sangat nyata," kata Richard Visek, seorang penasihat di Departemen Luar Negeri AS, dalam persidangan di ICJ yang berbasis di Den Haag, Belanda, Rabu (21/2/2024).
Selain AS, perwakilan Rusia, Mesir, dan Prancis juga dijadwalkan menyampaikan pernyataan lisan mereka terkait pendudukan Israel atas Palestina dalam persidangan di ICJ pada Rabu. Pada Selasa (20/2/2024), perwakilan 10 negara, termasuk Afrika Selatan (Afsel) yang sangat vokal mengkritik agresi Israel ke Jalur Gaza, telah menyampaikan pernyataan lisannya di hadapan panel hakim ICJ.
Secara total, terdapat 53 negara yang akan memberi pernyataan lisan di ICJ, termasuk Indonesia. Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dijadwalkan memberi pernyataan pada Jumat (23/2/2024).
Dalam sidang pada Selasa, Duta Besar Afsel untuk Belanda Vusimuzi Madonsela menekankan kepada panel hakim ICJ bahwa sistem apartheid Israel di wilayah Palestina lebih ekstrem dibandingkan yang pernah dialami negaranya.
"Kami sebagai warga Afsel merasakan, melihat, dan mendengar secara mendalam kebijakan serta praktik diskriminatif tidak manusiawi yang dilakukan rezim Israel sebagai bentuk apartheid yang lebih ekstrem yang dilembagakan terhadap warga kulit hitam di negara saya," ujar Madonsela, dikutip laman Al Arabiya.
Madonsela menyebut telah jelas bahwa pendudukan ilegal Israel merupakan pelanggaran terhadap kejahatan apartheid. "Hal ini tidak dapat dibedakan dari kolonialisme pemukim. Apartheid Israel harus diakhiri," ucap Madonsela.