REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – PBB menolak rencana resmi yang hendak diterapkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Jalur Gaza ketika perang melawan kelompok Hamas usai. PBB menilai, rencana Netanyahu tersebut bertentangan dengan solusi dua negara.
“Kami jelas telah melihat laporan-laporan tersebut. Pertama dan terpenting, perlu diulangi bahwa kami menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera, sekali lagi, akses kemanusiaan yang lebih besar dan pembebasan sandera segera dan tanpa syarat,” kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric kepada awak media di kantor PBB di New York, Amerika Serikat (AS), Jumat (23/2/2024), dilaporkan Anadolu Agency.
Dia mengingatkan, solusi apa pun yang berkelanjutan untuk perdamaian jangka panjang harus berada dalam kerangka solusi dua negara Israel-Palestina. Artinya hal itu mencakup diakhirinya pendudukan Israel dan dilanjutkan dengan pembentukan negara Palestina yang independen serta berdaulat.
“Di mana Gaza merupakan bagian integralnya sejalan dengan hukum internasional, resolusi-resolusi PBB yang relevan, dan perjanjian bilateral yang ada,” ucap Dujarric.
Palestina juga telah menolak rencana resmi Netanyahu yang akan diterapkan di Jalur Gaza ketika perang dengan Hamas telah usai. Menurut Palestina, dengan adanya penolakan, hal itu berarti rencana Netanyahu bakal gagal atau tidak bisa dilaksanakan.
“Mengenai hari setelahnya (perang) di Jalur Gaza, Netanyahu menyampaikan ide-ide yang dia tahu sepenuhnya tidak akan pernah berhasil,” kata anggota Politbiro Hamas, Osama Hamdan, kepada awak media, dikutip laman Al Arabiya, Jumat.
Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah juga menolak rencana Netanyahu. Juru Bicara Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan, gagasan Netanyahu untuk Gaza pasca-perang pasti akan gagal. “Jika dunia benar-benar tertarik untuk mendapatkan keamanan dan stabilitas di kawasan, dunia harus mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Palestina dan mengakui negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” katanya.