Kamis 29 Feb 2024 12:45 WIB

Asa Korut agar Trump Menangi Pilpres AS

Korut kemungkinan akan melakukan provokasi besar jelang pilpres AS.

Mantan presiden Donald J Trump meninggalkan Trump Tower dalam perjalanan menghadiri konferensi praperadilan di gedung pengadilan New York di New York, New York, AS, (15/2/2024).
Foto: EPA-EFE/JUSTIN LANE
Mantan presiden Donald J Trump meninggalkan Trump Tower dalam perjalanan menghadiri konferensi praperadilan di gedung pengadilan New York di New York, New York, AS, (15/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Korea Utara berharap Donald Trump memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat pada 5 November 2024, kata mantan Duta Besar Jerman untuk Korut, Thomas Schafer dalam sebuah artikel di media setempat, Rabu (28/2/2024).

Dia juga mengatakan, Korut ingin terus memelihara ketegangan dengan Korea Selatan dan AS. Dalam artikel yang ditulisnya untuk National Public Radio (NPR), Schafer mengatakan bahwa Korut ingin “menguji lagi” negosiasi dengan Trump jika mantan Presiden AS itu terpilih kembali, meski perundingan nuklir antara dia dan pemimpin Korut Kim Jong-un gagal pada pertemuan puncak di Hanoi pada 2019.

Baca Juga

Schafer menjabat sebagai Dubes Jerman di Korut pada 2007-2010 dan 2013-2018. “Korea Utara berharap mantan Presiden Donald Trump menang dalam pemilihan presiden AS mendatang, karena rezim di Pyongyang melihatnya lebih menerima keinginan mereka dibandingkan Presiden Joe Biden,” katanya dalam artikel berjudul “Mengapa Korea Utara menginginkan kesempatan lain dengan Donald Trump."

“Sampai pemilu, ketegangan dengan Korea Selatan dan AS akan terus meningkat,” tambahnya. Pandangannya itu muncul di tengah meningkatnya spekulasi bahwa Korut kemungkinan akan melakukan provokasi besar menjelang pemilihan presiden AS untuk menyoroti kegagalan Biden dalam mencegah meningkatnya ancaman Korut.

Schafer mencatat, dalam pandangan Pyongyang, kebijakan Seoul-Washington terhadap Korut saat ini “jauh lebih buruk” ketimbang kebijakan Trump. “Presiden Biden dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol telah sepakat untuk memulai kembali manuver bersama, memperkuat aliansi negara mereka, dan bahkan memasukkan Jepang ke dalam kerja sama trilateral,” ujarnya.

“Meski pertemuan Trump-Kim di Hanoi, Vietnam, pada 2019 tidak memberikan semua yang diminta Kim, Pyongyang yakin bahwa kemenangan Trump dalam pemilihan presiden akan memberikan Korea Utara kesempatan kedua untuk mencapai tujuannya,” kata dia.

Schafer juga menyebut "tujuan-tujuan Korut", termasuk penarikan pasukan AS dari Semenanjung Korea, melemahnya hubungan aliansi Korsel-AS, dan pada akhirnya, mengendalikan Korsel. “Jadi, ketika Trump muncul kembali sebagai kandidat terdepan dari Partai Republik, saya yakin Pyongyang akan dengan senang hati mencoba melakukan negosiasi lagi dengan Trump jika dia memenangi kursi kepresidenan lagi pada akhir tahun ini,” katanya.

Schafer memprediksi, Korut akan terus meningkatkan ketegangan dengan Korsel untuk memberi kemungkinan “keberhasilan” bagi Trump jika ia kembali ke Gedung Putih. “Pemikiran mereka (Korut) adalah: Semakin kita meningkatkan ketegangan, semakin banyak konsesi yang didapatkan dari perundingan, dan semakin banyak keuntungan yang bisa diklaim oleh Presiden Trump karena telah menyelamatkan perdamaian. Trump, menurut pemikiran Pyongyang, mungkin akan memberikannya kali ini,” ujar dia.

Selama kampanye, Trump membanggakan dirinya bahwa ia dan Kim “rukun” satu sama lain, sebuah pernyataan yang meningkatkan kemungkinan bahwa mantan presiden itu berusaha menjalin hubungan lagi dengan pemimpin Korut itu.

Biden telah menekankan sikapnya yang terbuka terhadap diplomasi dengan Korut. Tetapi pemerintahannya lebih fokus untuk mencegah ancaman Korut karena rezim Kim dianggap tidak tanggap terhadap tawaran dialog yang berulang kali dia buat.

 

sumber : Antara, Yonhap
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement