REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Ketegangan antara pemerintah dengan para dokter meningkat seiring rencana Asosiasi Medis Korea (KAM) mengadakan unjuk rasa massal pada Ahad (3/3/2024) sebagai buntut dari perselisihan mengenai penambahan kuota mahasiswa kedokteran.
“Sekitar 20.000 dokter diperkirakan akan ambil bagian dalam demonstrasi tersebut,” kata keterangan KMA sebagaimana dilaporkan Yonhap, Sabtu (2/3/2024).
Aksi demonstrasi besar-besaran di bagian barat Seoul itu dilatarbelakangi oleh pemerintah yang meningkatkan tekanan terhadap para dokter yang melakukan aksi mogok dengan mengajukan tuntutan pidana terhadap beberapa mantan pejabat KMA.
Pihak Kepolisian Seoul pada Jumat (1/3/2024) telah menggerebek rumah kantor pejabat KMA dengan tudingan mendorong para dokter peserta pelatihan untuk meninggalkan pekerjaannya secara massal dan mendukung pemogokan.
Hal itu dinilai KMA sebagai peringatan jelas bahwa pemerintah tidak akan ragu untuk mengambil tindakan hukum jika pemogokan terus berlanjut. Padahal, pemogokan tersebut lantaran pemerintah setempat tidak memiliki terobosan di tengah meningkatnya risiko gangguan medis yang besar.
Sebelumnya pada Kamis (29/2/2024), pemerintah telah mengajukan permohonan terakhir kepada para dokter junior untuk kembali bekerja pada Kamis atau mereka akan menghadapi hukuman, termasuk penangguhan izin.
Imbauan pemerintah tidak berhasil membuat dokter peserta pelatihan dan residen kembali ke rumah sakit. Hingga Kamis sore, hanya 6 persen atau 565 dari 9.510 dokter yang mogok telah kembali bekerja.
Menanggapi perselisihan tersebut, Asosiasi Medis Dunia telah mengeluarkan pernyataan dengan menyebut rencana pemerintah sebagai keputusan sepihak yang secara drastis meningkatkan penerimaan mahasiswa kedokteran, dilaksanakan tanpa bukti yang jelas dan kurangnya konsultasi dan konsensus dengan kelompok ahli.
Namun, Kementerian Kesehatan Korea Selatan membantah keras klaim tersebut dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut hanya mewakili pendapat sepihak para dokter Korea, sembari menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan lebih dari 130 kali pembicaraan dengan kalangan medis.
Sedangkan Serikat Kesehatan dan Medis Korea menyuarakan keprihatinan atas kesenjangan layanan kesehatan yang semakin meningkat dengan mengatakan penolakan kolektif terhadap perawatan medis oleh para spesialis telah mengancam nyawa pasien karena tidak dapat dilakukan tepat waktu.