REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Situasi di Columbia University di New York makin panas karena ketegangan antara pengunjuk rasa pro-Palestina dan pro-Israel mengenai perang di Gaza. Anggota Kongres juga mengkritik kepemimpinan administrator kampus Ivy League itu.
Pada Ahad (21/4/2024), rabi yang memiliki afiliasi dengan Columbia University dan Bernard College, Elie Buechler meminta mahasiswa Yahudi di dua institusi pendidikan itu untuk tetap tinggal di rumah. Dengan alasan adanya "anti-semit ekstrem" di kampus.
Dalam pernyataannya pada Senin (22/4/2024) Rektor Columbia University Nemat Shafik mengumumkan semua kelas akan digelar virtual. Semua dosen dan staf juga bekerja jarak jauh. Senin kemarin merupakan paskah Yahudi.
"Selama beberapa hari terakhir terjadi terlalu banyak contoh intimidasi dan perilaku melecehkan di kampus kami. Bahasa anti-Semit, seperti bahasa lain yang digunakan untuk melukai dan menakut-nakuti orang tidak bisa diterima dan tindakan yang tepat akan diambil," kata Shafik dalam pernyataannya seperti dikutip dari Aljazirah, Selasa (23/4/2024).
Mahasiswa pro-Palestina menggelar protes damai bertajuk "Perkemahan Solidaritas Gaza" yang digelar koalisi Columbia University Apartheid Divest (CUAD), Students for Justice in Palestine dan Jewish Voice for Peace. Pengunjuk rasa mendesak Colombia University untuk divestasi dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari perang Israel di Gaza.
Di situsnya CUAD menyusun daftar tuntutan tambahan, mereka meminta kampus lebih transparan terkait investasi di kampus itu, memutus hubungan akademik dan kolaborasi dengan universitas dan program-program Israel. CUAD juga menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Serangan Israel ke Gaza sudah menewaskan lebih dari 34 ribu orang dan mengubah kantong pemukiman itu menjadi puing-puing dan reruntuhan. Israel juga membatasi bantuan kemanusian yang menyebabkan kelaparan.
Sejumlah pengunjuk rasa juga dituduh anti-Semit dan melecehkan mahasiswa Yahudi. Dalam video yang disebarkan di media sosial pada Ahad kemarin para pengunjuk rasa pro-Palestina di Columbia University berteriak ke mahasiswa pro-Israel untuk "kembali ke Polandia." "Gerakan kami di universitas-universitas di seluruh negeri, bersatu dalam menghargai setiap kehidupan manusia," kata CUAD dalam pernyataannya.
Pada Kamis (18/4/2024) lalu kepolisian New York menangkap lebih dari 100 mahasiswa pro-Palestina dari dalam kampus. Beberapa mahasiswa Columbia University dan Bernard Collage juga diskors termasuk Isra Hirsi, putri anggota Kongres dari Partai Demokrat Ilhan Omar.
"Anggota kami dengan salah diidentifikasi oleh massa yang bermotif politik," kata pernyataan CUAD. "Kami diberitakan di media, ditangkap oleh NYPD [Departemen Kepolisian New York], dan dikunci di luar rumah oleh universitas. Kami sadar menempatkan diri kami dalam bahaya karena kami tidak bisa lagi terlibat dalam Columbia yang menyalurkan uang kuliah dan dana hibah kami ke perusahaan-perusahaan yang mengambil untung dari kematian," tambah organisasi tersebut.
Beberapa hari sebelum meningkatnya ketegangan di kampus, para pemimpin Universitas Columbia, termasuk Shafik, hadir di hadapan komite di Kongres AS untuk menjawab pertanyaan seputar dugaan anti-Semitisme di kampus. Pada 17 April 2024, Shafik mengatakan Columbia University memberhentikan 15 mahasiswanya dan enam mahasiswa lainnya berada dalam masa percobaan disipliner.
“Ini adalah tindakan disipliner paling keras yang diambil dalam satu dekade terakhir di Columbia University. Dan saya berjanji, dari pesan-pesan yang saya dengar dari para mahasiswa, mereka menerima pesan pelanggaran terhadap kebijakan kita akan menimbulkan konsekuensi,” kata Shafik.