REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kelompok pro-Palestina di Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan hak sipil federal ke Columbia University satu pekan usai penangkapan massal pengunjuk rasa antiperang. Penangkapan itu terjadi setelah pihak kampus meminta polisi membubarkan tenda-tenda protes yang didirikan demonstran di dalam universitas.
Organisasi yang melindungi hak-hak orang Palestina di AS, Palestine Legal meminta Departemen Pendidikan menyelidiki tindakan kampus tersebut yang diduga melakukan diskriminasi pada orang-orang yang pro-Palestina. Hingga Kamis (25/4/2024) Columbia University menolak memberikan komentar.
Pekan lalu Columbia University hendak membubarkan aksi dengan paksa. Saat Rektor Minouche Shafik mengambil langkah tidak biasa mengundang polisi masuk kampus. Keputusan ini memicu kecaman dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, mahasiswa dan dosen.
Lebih dari 100 orang ditangkap, peristiwa yang mengingatkan kembali demonstrasi menantang Perang Vietnam di Columbia University lebih dari 50 tahun yang lalu. Sejak itu unjuk rasa di kampus tersebut masih berlanjut dan menyebar ke seluruh kampus di AS, di mana selama satu pekan terakhir sudah ratusan orang ditangkap.
Pengunjuk rasa menyerusakan diakhirinya perang Israel di Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel ke kantong pemukiman itu sudah menewaskan lebih dari 34 ribu orang, memaksa jutaan populasinya mengungsi dan menyebabkan kelaparan.
Israel juga dituduh melakukan genosida. Perang menyebabkan ketegangan di seluruh AS, sekutu terdekat Israel. Kelompok-kelompok advokasi mencatat peningkatan bias dan kebencian terhadap Yahudi, Arab dan orang Palestina di AS.
Insiden-insiden yang memicu kekhawatiran di AS antara lain penikaman anak keturunan Palestina berusia enam tahun di Illinois pada bulan Oktober, penembakan tiga mahasiswa asal Palestina di Vermont pada bulan November dan penikaman pria Palestina-Amerika di Texas, pada Februari 2024.
Menteri Pendidikan AS Miguel Cardona mengatakan ia mengikuti laporan-laporan mengenai tuduhan antisemitisme di kampus-kampus. Awal bulan ini, seorang mantan mahasiswa Universitas Cornell mengaku bersalah karena mengunggah ancaman di internet termasuk ancaman kematian dan kekerasan, terhadap mahasiswa Yahudi di kampus.