REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri Dalam Negeri Turki Ali Yerlikaya mengatakan polisi Turki menahan 210 orang. Setelah menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk menghentikan pengunjuk rasa sampai ke Alun-alun Taksim, titik temu yang biasanya digunakan untuk berunjuk rasa di Istanbul.
Satu malam sebelum Hari Buruh pada 1 Mei, Presiden Turki Tayyip Erdogan melarang unjuk rasa tahunan di Alun-alun Taksim. Polisi menutup alun-alun tersebut. Pakar hukum mengatakan langkah ini melanggar hak rakyat Turki untuk menggelar pertemuan publik dan berdemonstrasi, hak yang ditegakan Mahkamah Konstitusi pada putusan Oktober lalu.
Ketua Partai Republik Rakyat (CHP) Ozgur Ozel menyerukan agar unjuk rasa di alun-alun itu tetap dilakukan meski dilarang kantor Gubernur Istanbul. "Bila 1 Mei tidak dirayakan di alun-alun utama, demokrasi dalam masalah. Perjuangan ini akan berlanjut sampai Taksim bebas," kata Ozel di distrik Sarachane, Rabu (1/5/2024).
Ozel dan Walikota Istanbul dari CHP, Ekrem Imamoglu yang terpilih kembali tahun ini bergabung dengan pekerja dan anggota serikat buruh untuk berpawai ke Alun-alun Taksim untuk memprotes lonjakan inflasi dan kesulitan ekonomi.
Namun di Sarachane komite penyelenggara Hari Buruh mengumumkan unjuk rasa diakhiri setelah adanya intervensi polisi. Dalam video yang terbesar di media sosial X, pengumuman ini membuat massa marah.
Pihak berwenang mengerahkan penembak jitu di Valens Aqueduct yang bersejarah di Sarachane dan mendirikan barikade dengan kendaraan meriam air dan lusinan petugas polisi yang memblokir semua jalur ke alun-alun itu. Beberapa pengunjuk rasa kemudian melempar batu ke petugas keamanan saat mereka hendak menerobos barikade.
Yerlikaya mengatakan lebih dari 42 ribu petugas polisi dikerahkan ke Istanbul untuk mengamankan demonstrasi yang digelar setiap tahun untuk menandai Hari Buruh Internasional. Unjuk rasa kerap berpusat di Alun-alun Taksim. Sekitar 34 orang tewas dalam unjuk rasa 1 Mei tahun 1977