REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada Rabu (1/5/2024) menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat (AS) menentang operasi militer Israel di Rafah di Jalur Gaza selatan. Blinken mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada tahap terakhir tur kawasannya untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Blinken mengatakan kepada Netanyahu bahwa AS menentang operasi militer di wilayah yang menjadi rumah bagi lebih dari 1,4 juta pengungsi Palestina di ujung selatan Jalur Gaza tersebut. Menlu AS itu juga menyerukan lebih banyak tindakan untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah kantong yang terkepung itu, demikian laporan KAN.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan bahwa Blinken menegaskan kembali posisi jelas Amerika Serikat mengenai Rafah. Pembicaraan antara kedua belah pihak membahas upaya berkelanjutan untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza sebagai bagian dari kesepakatan terkait penyanderaan.
Mereka juga membahas pentingnya mempercepat dan mempertahankan peningkatan aliran bantuan ke wilayah tersebut, kata Miller dalam sebuah pernyataan. "Blinken berbicara dengan Netanyahu tentang perlunya menghindari perluasan konflik lebih lanjut ke wilayah tersebut," kata Miller.
Meski mendapat tentangan dari dunia internasional, Netanyahu mengatakan pada Selasa bahwa tentara Israel akan menyerang Rafah dengan atau tanpa kesepakatan penyanderaan dengan Hamas. Rafah adalah wilayah terakhir yang tersisa di wilayah tersebut di mana Israel belum secara resmi mengumumkan masuknya pasukan mereka untuk melanjutkan serangan gencar terhadap warga Palestina.
Blinken telah mengunjungi Arab Saudi dan Yordania dalam rangkaian kunjungannya ke kawasan di tengah laporan kemungkinan kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel untuk mengakhiri konflik di Jalur Gaza. Hamas, yang diyakini menyandera hampir 130 orang Israel, menuntut diakhirinya serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza sebagai imbalan atas kesepakatan penyanderaan dengan Tel Aviv.
Israel telah melancarkan serangan tanpa henti terhadap wilayah kantong Palestina itu sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Lebih dari 34.500 warga Palestina telah tewas, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan ribuan lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok. Israel juga telah memberlakukan pengepungan yang melumpuhkan wilayah tersebut, menyebabkan sebagian besar penduduknya, khususnya penduduk Gaza utara, berada di ambang kelaparan.
Lebih dari enam bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur, mendorong 85 persen populasi daerah tersebut mengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan makanan, air bersih dan obat-obatan, menurut PBB.