REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pasukan penjajahan Israel (IDF) melakukan serangan brutal ke Gaza dengan tujuan membasmi pejuang Palestina dan membebaskan sandera dari tangan mereka. Sejauh ini, para pejuang Palestina masih melawan dengan sengit, sejumlah sandera justru terbunuh serangan Israel, dan ironisnya tentara Israel justru ditawan pejuang.
Pada Ahad (26/5/2024) dini hari, Juru bicara militer Brigade Izzuddin al-Qassam, Abu Ubaidah, melakukan pengumuman mendadak. Ia mengungkapkan bahwa pejuang Hamas membunuh, melukai, dan menawan pasukan Israel di Gaza utara. Dalam pengumuman yang diperkirakan akan berdampak besar terhadap entitas pendudukan Israel, baik secara politik dan sosial, Abu Ubaidah mengatakan bahwa perlawanan melakukan "operasi kompleks" pada Sabtu di Jabalia.
Dalam operasi tahap pertama, mereka memancing pasukan pendudukan Israel ke dalam terowongan dan menyergap mereka di dalam. “Para pejuang Brigade menghadapi pasukan tersebut dari jarak dekat, membunuh dan melukai anggotanya,” katanya dilansir Almayadeen, Ahad.
Abu Obeida, the military spokesman for the Al-Qassam Brigades, announced that Israeli soldiers were captured, killed and wounded during a Resistance operation on Saturday afternoon in the northern Gaza Strip.https://t.co/1NxtCWr4VB pic.twitter.com/quZnYjnLhE
— The Palestine Chronicle (PalestineChron) May 25, 2024
Setelah unit bantuan Israel tiba di lokasi kejadian, kelompok perlawanan menargetkan lokasi tersebut dengan menggunakan bahan peledak dan memastikan adanya serangan langsung. Saat meledakkan terowongan di belakang mereka, Abu Ubaidah mengatakan bahwa "para pejuang kemudian mundur... menyebabkan korban jiwa pada semua anggota pasukan Israel, menyebabkan mereka tewas, terluka, atau ditangkap, dan menyita peralatan militer mereka."
“Setiap hari musuh melanjutkan agresinya terhadap rakyat kami dan tanah air, kami akan menimbulkan kerugian yang besar dan signifikan, dan kami akan terus membuat musuh membayar harga ini dengan bantuan dan dukungan Allah,” ia menjanjikan. “Kami akan bertahan dalam menghadapi agresi di setiap jalan, lingkungan, kota, dan kamp di [Gaza], dari Beit Hanoun hingga Rafah.” Juru bicara tersebut mengatakan bahwa rincian lebih lanjut tentang operasi kompleks tersebut akan diungkapkan "pada waktu yang tepat."
Abu Ubaidah melansir pengumuman penting tersebut pada pukul 12.30 pagi waktu setempat, sebuah waktu yang tidak biasa dan menunjukkan pentingnya hal yang harus diungkapkan.
Juru bicara itu mengecam rezim Israel atas kebijakannya yang “buta dan sia-sia”, yang bertujuan membalas dendam terhadap rakyat Palestina dan menghancurkan Jalur Gaza. Abu Ubaidah mengatakan bahwa rezim tersebut berupaya memasarkan pembantaian yang dilakukannya sebagai penanda kemenangan.
Namun, ia melihat para pejuang Perlawanan Palestina terus “memberikan pelajaran pendudukan” di setiap lini di Jalur Gaza. Ia merujuk secara khusus pada serangan Israel di Jabalia dan Rafah, dan mengatakan bahwa operasi pasukan pendudukan Israel di wilayah ini adalah bagian lain dari daftar panjang kegagalan Israel.
Selain itu, ia berbicara tentang upaya militer Israel untuk menggali sebagian besar wilayah yang mereka serang, mencari sisa-sisa tentara dan tawanan yang terbunuh dalam serangan sebelumnya. Dia mengatakan ribuan tentara Israel didorong ke Jalur Gaza demi kepentingan ambisi pribadi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Pengumuman hari ini datang setelah beberapa kampanye militer Israel ke Jabalia dan sekitarnya, yang sebelumnya sempat diklaim oleh pasukan pendudukan Israel telah “dibersihkan” dari pejuang perlawanan.
Para pejuang Palestina menyandera sekitar 250 tentara dan warga Israel dalam Operasi Topan al-Aqsa pada 7 Oktober 2023. Tujuannya untuk ditukar dengan ribuan warga Palestina yang bertahun-tahun ditahan Israel tanpa proses hukum dan mengalami penyiksaan. Kesepakatan pertukaran tahanan pada Desember lalu menukar 80 tawanan pejuang Palestina dengan 250 tahanan. Hamas juga membebaskan masing-masing seorang tawanan berkewarganegaraan Rusia dan Filipina serta 23 tawanan berkewarganegaraan Thailand.
Hamas disebut laporan Times of Israel sedianya sudah menawarkan pembebasan seluruh warga sipil sejak awal dengan syarat Israel tak melakukan serangan darat. Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak dan tetap melakukan serangan.
Serangan brutal Israel tersebut pada akhirnya menewaskan lebih dari 35 ribu warga Gaza sejauh ini, juga membunuh banyak sandera. Dalam satu insiden, pasukan IDF menembak mati tiga sandera yang dibebaskan Hamas dan mengibarkan bendera putih di Shuyaija pada pertengahan Desember. Saat ini diperkirakan tersisa 125 sandera yang masih di tangan pejuang Palestina.
Di Israel, ribuan warga telah berunjukrasa berminggu-minggu menuntut Netanyahu menyepakati gencatan senjata agar para sandera bebas meski harganya penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Netanyahu sejauh ini dianggap terus menyabotase kesepakatan gencatan senjata tersebut.
Perlawanan berlanjut... baca halaman selanjutnya