Sabtu 18 Dec 2010 14:01 WIB

Hadapi Cina, Jepang Tunjukan Otot 'Pertahanan Negara'

Pasukan Pertahanan diri Jepang (Self Defense Force)
Pasukan Pertahanan diri Jepang (Self Defense Force)

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO--Jepang mengungkap peningkatan kebijakan pertahanan nasional pada Jumat (17/12) yang bertujuan memperbesar kesiapan dan memfokuskan ulang kemampuan militernya. Langkah itu dibuat di saat negeri sakura tengah berkonfrontasi dengan penguatan militer Cina dan ambisi nuklir Korea Utara.

Panduan Program Pertahanan Nasional, yang telah disetujui oleh kabinet Perdana Menteri Naoto Kan menghentikan sementara pelarangan ekspor senjata--langkah yang sebenarnya ditentang oleh segelintir anggota partai--namun membuka pintu untuk pengembangan gabungan dengan negara lain.

Di bawah program itu, Jepang akan mengalokasikan 280 milyar dolar AS untuk belanja pertahana negara selama lima tahun kedepan dimulai dari April. Angka itu dipotong 3 persen dari lima persen anggaran yang telah diawali Maret 2010 lalu akibat pembengkakan utang publik dua kali lipat dari GDP negara.

Rencana itu akan mendongkrak figur pertahanan Jepang di barat laut, kawasan di mana negara itu berbagi perbatasan laut dengan Cina. Jepang menambah jumlah pesawat tempur di kepulauan Okinawa selatan dan menempatkan pasukan di pulau-pulau lebih kecil.

Pemutakhiran kebijakan adalah revisi besar pertama selama enam tahun terakhir dan yang pertam dalam Partai Demokratik dibawah Kan yang mengambil alih kekuasaan tahun lalu, untuk pertama kali pula.

"Saya pikir kita mampu memajukan kebijakan pertahanan yang sangat sesuai bagi lingkungan yang membutuhkan keamanan tangguh di era kini," ujar Menteri Pertahanan Jepang, Toshimi Kitazawa, dalam jumpa pers.

Militer Jepang, yang dinilai lebih besar dari Inggris, selama bertahun-tahun telah mendorong batas-batas yang ditetapkan undang-undang pacifis pasca-Perang Dunia II. Namun tanda bahwa Jepang menunjukkan otot militernya dapat membuat kesal tetanga Asia, termasuk Cina, yang memiliki memori pahit mendalam terhadap agresi militer Jepang.

Laporan itu mencerminkan sikap lelah Jepang terhadap tetangga raksasanya dengan peningkatan belanja Militer Cina dan aktivitas maritim yang kian berkembang.

"Gerakan-gerakan ini, ditambah dengan tak ada transparasi dalam kekuatan militer dan keamanan, telah menadi keprihatinan kawasan dan komunitas internasional," demikian pernyataan pemerintah dalam laporan.

Hubungan Jepang-Cina kian memburuk tajam pada September lalu ketika Jepang menahan nelayan pukat asal Cina yang bertabrakan dengan kapal patroli Jepang dekat kawasan kepulauan yang disengketakan.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement