REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Australia tidak berutang kepada Presiden AS Donald Trump yang menyetujui mempertahankan kesepakatan pemukiman kembali pengungsi dengan Australia.Demikian dikemukakan Perdana Menteri Malcolm Turnbull menjelang berakhirnya masa reses parlemen Australia. PM Turnbull berupaya menampilkan sisi positif dari percakapan telepon kedua pemimpin mengenai kesepakatan tersebut.
"Saya pikir belum pernah ada dukungan publik lebih besar untuk Australia daripada yang ada minggu ini," kata Turnbull kepada program TV 60 Minutes, Ahad (5/2) malam.
"Kita lihat banyak anggota kongres dan senator bicara tentang pentingnya aliansi dengan Australia dan tentang bagaimana kita selalu jadi teman baik bagi Amerika Serikat. Minggu ini sangat baik bagi Australia," ujarnya.
Menurut dia, kesepakatan agar AS memukimkan kembali pengungsi yang kini ditahan di Pulau Manus dan Nauru tidak membuat Australia "berhutang" untuk membantu pengerahan militer di masa depan di Timur Tengah atau Laut China Selatan.
"Kami menilai semua permintaan bantuan militer sesuai kepentingannya dan sama sekali tak ada kaitan antara pengaturan pemukiman kembali pengungsi dengan hal-hal lain," katanya.
Fokus pada Masa Depan
Pemerintah menjelaskan prioritas mereka berfokus sekitar isu-isu "sehari-hari" bagi pemilih, seperti biaya listrik, perawatan anak, dan keamanan kerja. "Di segala bidang semua yang saya lakukan ditentukan dan terfokus pada bagaimana menyiapkan kita untuk selalu berhasil di masa depan," kata Turnbull.
Pihak oposisi mengatakan fokus mereka juga pada pekerjaan, dan kaukus partai ini akan bertemu sore ini menjelang pembukaan kembali masa sidang Parlemen, Selasa (6/2).
"Partai Buruh kembali untuk masa sidang parlemen sama semangatnya seperti di pemilu terakhir," kata Jaksa Agung Bayangan, Mark Dreyfus.
"Kami akan meminta pertanggungjawaban pemerintah, memastikan bahwa pemerintah berkonsentrasi pada kebijakan yang baik, demi kepentingan para pekerja di Australia,. Fokus utama kami, seperti dijelaskan Bill Shorten, adalah pekerjaan," ujarnya.
Jaksa Agung George Brandis
Oposisi juga berjanji terus mengejar Jaksa Agung George Brandis terkait permintaan Freedom of Information (FOI). September tahun lalu, salah satu peradilan Federal memerintahkan Senator Brandis untuk memproses permintaan FOI terkait bagian dari buku harian resminya. Partai Buruh menuduh Jaksa Agung mengabaikan perintah tersebut.
"Yang kita lihat ini seorang Menteri yang bertanggung jawab mengenai FOI, tidak menghormati hukum itu," kata Dreyfus.
Ia mengancam untuk membawa masalahnya ke peradilan Administrative Appeals Tribunal jika Senator Brandis tidak membuat keputusan atas permohonan FOI dalam dua minggu mendatang. "Waktunya habis, saatnya bagi dia mematuhi perintah pengadilan. Saatnya bagi dia mematuhi UU Kebebasan Informasi," katanya.
"Luar biasa bukan hanya karena Jaksa Agung berada dalam posisi yang mungkin membuatnya menghina perintah Administrative Appeals Tribunal. Ini luar biasa karena Jaksa Agung mencemooh UU yang menjadi tanggung jawabnya," tambahnya.
"Dia Menteri yang bertanggung jawab untuk urusan FOI di Australia," kata Dreyfus lagi.
Seorang juru bicara Kejaksaan Agung mengatakan "tidak akurat" dan merupakan "contoh perbuatan melampaui batas" bagi Dreyfus untuk merujuk masalah ini pada penghinaan peradilan. Dia mengatakan Senator Brandis terus memproses permintaan itu sesuai dengan perintah pengadilan, dengan mengingat "tanggung jawab dan tugas-tugas kementerian lainnya" dari Senator Brandis.
Diterbitkan Pukul 13:00 AEST 6 Februari 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.