Kamis 01 Mar 2018 21:24 WIB

Korban Gempa Papua Nugini Bertambah Jadi 31 Orang

Kerusakan jalan, bandara, dan sambungan telepon menghambat upaya pengiriman bantuan.

Gempa. Ilustrasi
Foto: Reuters
Gempa. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Angka kematian akibat gempa di kawasan pedalaman dan pegunungan Papua Nugini naik menjadi 31 orang. Angka ini akan terus meningkat, kata pejabat setempat pada Kamis (1/3). 

Mereka menambahkan bahwa kerusakan jalan, bandara, dan sambungan telepon menghambat upaya pengiriman bantuan. Selain itu, cuaca yang tak bersahabat juga menjadi kendala.

Desa terpencil, yang dekat dengan pusat gempa berkekuatan 7,5 SR di provinsi Southern Highlands, dikabarkan terkubur oleh longsor dan menyebabkan 13 orang tewas, kata James Justin, peneliti dari Kementerian Minyak dan Energi dari Port Moresby. 

Sebagian besar dari korban tewas berada di ibu kota provinsi Southern Highlands, Mendi, dan kota Tari, yang terletak hanya 40 km dari pusat gempa. Di dua kota itu, rangkaian gempa susulan membuat banyak orang khawatir tertimpa bangunan dan akhirnya memilih tidur di lapangan terbuka.

"Kegiatan di Kota Tari sudah sepenuhnya mati," kata Mark Mendai, kepala Otoritas Pembangunan di kota tersebut kepada Reuters melalui sambungan telepon.

Ia mengatakan semua cadangan air sudah habis. Saat ini, kata dia, orang-orang mengeluhkan kurangnya air bersih, karena semua air dari sungai sudah kotor.

"Selain itu landasan udara di kota mengalami kerusakan, dan semua jalanan di kota Tari terbelah sehingga menghalangi lalu lintas," kata Mendai.

Juru bicara lembaga Pusat Bencana Nasional mengatakan bahwa pemeriksaan terkait jumlah kerusakan hingga kini belum selesai.

Sementara itu, Australia berjanji mengirim terpal untuk tenda, tablet pembersih air, penampung air, dan mengirim pesawat angkut militer C-130 untuk membantu pengawasan dari udara. Sejumlah gambar menunjukkan reruntuhan bangunan di Mendi sementara para warga berupaya membersihkan jalanan dari tanah longsoran.

Jalan terputus membuat korban luka di desa tidak bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit umum, yang hingga kini masih nampak kosong, kata Wendy Tinaik, asisten direktur rumah sakit kota, melalui sambungan telepon.

Di sisi lain, sejumlah perusahaan tambang minyak dan gas kini tengah menilai dampak kerusakan infrastruktur, termasuk di antaranya pipa gas sepanjang 700 km yang menghubungkan wilayah pedalaman dengan pabrik LNG di pabrik pinggir pantai. 

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement