Rabu 08 Jul 2015 13:20 WIB

Pemerintah dan Kelompok FARC Didesak Turunkan Ketegangan

FARC
Foto: Colombianews
FARC

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Empat negara yang mendukung pembicaraan damai antara pemerintah Kolombia dan kelompok sayap kiri Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) pada Selasa (7/7) mendesak penurunan ketegangan.

Pembicaraan ini dilakukan setelah bentrokan kembali meletus pada pertengahan April lalu, menyusul penyergapan FARC yang menewaskan 11 tentara Kolombia. Masing-masing pihak saling menyalahkan atas meningkatnya ketegangan tersebut.

"Kami mendesak kedua pihak untuk secara ketat membatasi tindakan yang menyebabkan korban atau penderitaan di Kolombia serta membangun kepercayaan di masing-masing pihak," kata perwakilan Norwegia Idun Aarak Tvedt dalam sebuah pernyataannya kepada wartawan.

Ia menganggap langkah ini penting untuk menjamin kondisi dan menciptakan iklim yang kondusif.

Kuba dan Norwegia bertindak sebagai negara penjamin dalam pembicaraan damai yang dimulai pada November 2012 lalu di Havana. Sementara itu, Chile dan Venezuela adalah negara-negara pendamping dari pembicaraan damai itu.

Meskipun adanya imbauan itu, dalam serangan lanjutan dua tentara tewas, dua luka-luka dan yang kelima dilaporkan hilang pada Selasa (7/7). Serangan diyakini dilakukan oleh FARC.

Secara terpisah, sekitar 1.200 orang dalam sebuah komunitas adat di barat laut Kolombia meninggalkan rumah mereka untuk menghindari pertempuran baru di daerah pedesaan, kata sebuah pernyataan dari Organisasi Adat Antioquia.

Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dalam Twitter pribadinya menyambut baik langkah empat negara untuk pembicaraan damai itu.

Sementara itu, Kepala Negosiator FARC Ivan Marquez menuduh pasukan pemerintah telah meningkatkan serangan terhadap kamp-kamp pemberontak sehingga mengakhiri gencatan senjata pada Mei lalu setelah lima bulan sebelumnya keadaan relatif tenang.

Sejak gencatan senjata berakhir, sekitar 30 pemberontak tewas dalam operasi militer dan survei terbaru menunjukkan masyarakat bersikap waspada tentang proses perdamaian itu.

Konflik di Kolombia antara gerilyawan sayap kiri, paramiliter sayap kanan, dan geng narkoba sejak 1964 telah menewaskan lebih dari 220 ribu orang. Walaupun pertumpahan darah terjadi lagi baru-baru ini, pemerintah Kolombia pada Sabtu (4/7) mengatakan untuk pertama kalinya potensi untuk gencatan senjata bilateral masih terbuka.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement