Rabu 07 Oct 2015 13:14 WIB

Kencan Kilat Halal Digelar di Malaysia

Nina (24 tahun) tersenyum saat menghadiri Kencan Kilat Halal di Kuala Lumpur, Malaysia, 3 Oktober 2015.
Foto: EUTERS/Olivia Harris
Nina (24 tahun) tersenyum saat menghadiri Kencan Kilat Halal di Kuala Lumpur, Malaysia, 3 Oktober 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Berkerudung dan berbaju panjang, Nurnadille Edlena (24 tahun) mencatat dengan tekun saat pria di hadapannya memperkenalkan diri.

Kedua sedang berada di Kencan Kilat Halal, sebuah acara biro jodoh di Kuala Lumpur yang bertujuan membantu Muslim Malaysia mencari pasangan. Masyarakat Malaysia tergolong konservatif dimana pernikahan kerap digelar melalui perjodohan.

Istilah halal dalam acara tersebut berarti sesuai dengan hukum Islam. Para perempuan yang hadir harus ditemani walinya hingga ia menikah atau orang yang mengizinkannya menikah.

"Saya datang bersama orang tua karena mereka orang terbaik yang bisa menuntun saya menemukan seseorang. Saya fokus menemukan pria yang bisa menerima saya apa adanya," kata Nurnadille, Senin (5/10).

Jumlah Muslim di Malaysia sepertiga dari penduduknya. Banyak generasi muda di Malaysia bertemua di banyak tempat, termasuk aplikasi kencan, seperti Tinder dan Facebook.

Pendiri Kencan Halal Kilat mengatakan sebagian besar klien mereka berharap menemukan pasangan. Seorang klien bisa mencari hingga tiga pasangan potensial, tapi hanya bisa mendiskusikan pernikahan dengan satu orang, sesuai hukum Islam.

"Kencan Halal Kilat anti-Tinder. Acara ini bermartabat dan mereka bertemu dengan tujuan ingin menikah. Kami tidak membenarkan kencan modern yang biasa dilakukan," kata pendirinya Zuhri Yuhyi (34) dan Norhayati Ismail (41) dalam pernyataan.

Menurut mereka, sistem ini bisa mencegah seks bebas dan pelecehan yang justru didorong oleh aplikasi pencari jodoh. Kencan Kilat Halal telah digelar dua kali di Kuala Lumpur. Pertama pada Mei dan dihadiri 80 orang. Sedangkan yang kedua digelar pekan lalu dan dihadiri 60 pasangan calon.

Sekitar 2.300 orang telah menandatangani untuk menghadiri sebuah sesi pertemuan. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja profesional berusia 25-35 tahun.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement