Sabtu 06 Feb 2016 00:10 WIB

Unicef: 200 Juta Anak Perempuan dan Wanita Disunat

UNICEF
Foto: Twitter
UNICEF

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sedikitnya 200 juta anak perempuan dan wanita dewasa di seluruh dunia telah mengalami sunat. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendanaan Anak-anak (Unicef) menyatakan setengah dari jumlah itu tinggal di Mesir, Ethiopia dan Indonesia. 

Unicef juga menyebut Somalia, Guinea dan Djibouti terus menunjukkan kelaziman tertinggi sunat perempuan secara global. Tapi tingkat kejadian secara menyeluruh di sekitar 30 negara telah menurun. Laporan Unicef tersebut diumumkan menjelang peringatan International Day of Zero Tolerance for FGM, Sabtu (6/2). 

Female Genital Mutilation (FGM) atau dalam bahasa umum lebih familiar dikenal dengan istilah sunat perempuan dimana bagian luar klitoris alat kelamin perempuan dilakukan pemotongan. Ini merupakan bagian dari ritual tradisional. FGM biasa dilakukan dengan silet atau pisau oleh dukun atau pakar sunat tradisional tanpa adanya tindakan anestesi.

PBB sedang berjuang mengakhiri praktik sunat pada perempuan dan ditargetkan tuntas pada 2030. Suatu tujuan yang ditetapkan dalam agenda pembangunan baru yang diadopsi pada September oleh seluruh negara anggota PBB.

Laporan Unicef menyebutkan dari 200 juta korban sunat perempuan, 44 juta adalah anak perempuan usia 14 dan lebih muda. Di 30 negara di mana praktik sunat itu menyebar sangat luas, kebanyakan anak perempuan telah disunat sebelum ulang tahun kelima mereka. Unicef menyatakan sunat jelas melanggar hak asasi anak-anak. "Di negara-negara seperti Somalia, Guinea, Djibouti, sunat sudah biasa," kata penulis utama laporan itu, Claudia Cappa.

Cappa mengatakan anak-anak yang dilahirkan di negara-negara itu, punya 9 dari 10 kemungkinan menjalani sunat. Tingkat kelaziman sunat pada perempuan di Somalia berkisar pada 98 persen.  sementara itu 97 persen untuk Guinea dan 93 persen untuk Djibouti.

Secara menyeluruh, kelaziman sunat pada perempuan di antara gadis remaja menurun di 30 negara, dari 51 persen pada 1985 menjadi 37 persen saat ini. Ada langkah besar di Liberia, Burkina Faso, Kenya dan Mesir untuk mengakhiri sunat pada perempuan.

Cappa mengatakan, sebuah survei yang dilakukan menyebut ada perubahan sikap dari kebanyakan orang di negara-negara tersebut yag ingin praktik itu berakhir. "Kita perlu mendukung upaya nasional untuk mendorong meninggalkan praktik itu," kata Cappa. 

Sejak 2008, lebih dari 15 ribu masyarakat telah meninggalkan praktik sunat termasuk 2.000 masyarakat pada tahun lalu. Lima negara telah mengeluarkan undang-undang yang mempidanakan praktik itu yakni Kenya, Uganda, Guinea-Bissau dan baru-baru ini Nigeria dan Gambia pada 2015.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement