Jumat 26 Aug 2016 16:39 WIB

Pengadilan Minta Surel Clinton Dibuka

Rep: Gita Amanda/ Red: Teguh Firmansyah
Calon presiden Amerika Serikat Hillary Clinton.
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Calon presiden Amerika Serikat Hillary Clinton.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang Hakim Amerika Serikat pada Kamis (25/8), memerintahkan Departemen Luar Negeri untuk merilis email-email atau surat elektronik (surel) antara Hillary Clinton dengan Gedung Putih terkait serangan di Benghazi pada 2012 lalu. Surel yang diminta dirilis pada 13 September itu akan menambah temuan email lain.

Perintah datang setelah Biro Investigasi Federal (FBI) memberi data awal bulan ini yang berisi 14.900 email dari dan untuk Clinton. Mereka juga menyerahkan laporan terkait dokumen lain yang tak dikembalikan Clinton ke pemerintah.

Hakim William Dimitrouleas dari Pengadilan Negeri AS di Florida menyampaikan pesan tersebut dalam menanggapi permintaan oleh kelompok pengawas konservatif Judicial Watch. Kelompok itu menggugat Departemen Luar Negeri terkait catatan era-Clinton, di bawah undang-undang kebebasan informasi.

Baca juga,  Hakim Minta Kemenlu AS Tinjau 14.900 Surel Clinton.

Juru bicara Clinton tak menanggapi permintaan untuk mengomentari ini. Padahal Clinton dalam beberapa waktu terakhir sedang dikritik karena menggunakan email pribadi yang dijalankan secara ilegal dari server ruang bawah tanah rumahnya saat menjadi Menteri Luar Negeri. Clinton telah mengaku melakukan kesalahan atas hal ini dan ia menyesal.

Setidaknya satu hakim lain juga mengatakan Departemen Luar Negeri harus merilis semua email. Ia berharap setidaknya email-email itu bisa dirilis sebelum pemilihan presiden 8 November.

FBI mengambil servernya pada 2015, setelah ia ketahuan mengirim dan menerima email rahasia pemerintah melalui server pribadi. Clinton mengatakan, ia tak tahu kalau informasi yang diterimanya saat itu diklasifikasikan ke dalam rahasia pemerintah.

Setelah penyelidikan selama setahun, Direktur FBI James Comey mengatakan bulan lalu bahwa Clinton harus mengakui sensitivitas informasi dan bahwa ia telah "sangat ceroboh" dengan rahasia pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement