Senin 23 Jan 2017 19:38 WIB

Amerika Mulai Bahas Pemindahan Kedutaan di Yerusalem

Presiden AS, Donald Trump
Foto: AP
Presiden AS, Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON - Juru bicara Gedung Putih, Sean Spicer, menyampaikan, bahwa negara tersebut masih pada tahap sangat awal untuk memenuhi janji Presiden Donald Trump yang berniat memindahkan kedutaan Besar Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Pasalnya, hal itu merupakan sebuah tindakan yang mungkin akan memicu kemarahan negara-negara Arab.

"Kami masih berada pada tahap yang sangat awal, bahkan untuk membahas hal ini," kata Spicer dalam sebuah pernyataan. Dia mengatakan, tidak ada pengumuman bahwa pemindahan kedutaan akan segera terjadi.

Kedutaan Besar Amerika berada di Tel Aviv, seperti kebanyakan pos diplomatik asing lainnya. Israel menyebut, Yerusalem sebagai ibukota abadi, tapi Palestina juga mengklaim kota itu sebagai bagian dari negara Palestina. Kedua belah pihak merujuk pada kitab suci, sejarah, dan politik untuk pengakuan tersebut.

Trump yang selama kampanye pemilihan presiden 2016 berjanji untuk memindahkan kedutaan besar di Israel, berbicara melalui telepon pada Ahad (22/1), dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Telepon pertama sejak Presiden Amerika yang berlatar belakang pengusaha itu menduduki jabatannya pada Jumat (20/1).

Setiap keputusan untuk menghentikan status quo cenderung mendorong protes dari sekutu Amerika di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Yordania, dan Mesir. Washington bergantung pada negara-negara tersebut untuk membantu memerangi kelompok militan ISIS, yang dinilai Trump sebagai sebuah aksi prioritas.

Kongres AS meloloskan undang-undang pada tahun 1995 yang menjabarkan Yerusalem sebagai ibukota Israel dan mengatakan kota itu tidak seharusnya dibagi. Namun, presiden Amerika dari Partai Republik dan Demokrat berturut-turut telah menggunakan kekuatan kebijakan luar negeri mereka untuk mempertahankan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv dan untuk kembali berunding antara Israel dan Palestina mengenai status Jerusalem.

Pada awal Desember, mantan Presiden Barack Obama memperbarui surat pelepasan tuntutan presiden hingga awal Juni. Tidak jelas apakah Trump secara hukum mampu menghapus keputusan itu dan melanjutkan rencananya dengan memindahkan kedutaan.

Diplomat AS mengatakan bahwa meskipun ada undang-undang AS, namun kebijakan luar negeri Washington dalam praktiknya selaras dengan kebijakan PBB dan negara-negara besar lainnya, yang tidak melihat Yerusalem sebagai ibukota Israel dan tidak mengakui pencaplokan Israel atas Jerusalem Timur setelah merebutnya usai perang tahun 1967.

Israel menyetujui izin bangunan pada Ahad untuk ratusan rumah di tiga pemukiman Yerusalem Timur, dengan harapan bahwa Trump akan menarik kembali kritik pemerintahan sebelumnya terhadap proyek tersebut.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement