Kamis 06 Apr 2017 05:56 WIB

Dokter Suriah Selamatkan Korban Gunakan Penawar Racun Sarin

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Indira Rezkisari
Foto diambil 4 April 2017, ketika petugas medis Turki memeriksa korban serangan senjata kimia di kota Idlib, Suriah, di rumah sakit di Reyhanli, Hatay, Turki.
Foto: AP
Foto diambil 4 April 2017, ketika petugas medis Turki memeriksa korban serangan senjata kimia di kota Idlib, Suriah, di rumah sakit di Reyhanli, Hatay, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Setelah serangan kimia menewaskan lebih dari 1.000 orang di Timur Ghouta pada Agustus 2013, rumah sakit di provinsi Idlib, tempat Dr Abdel Hay Tennari bekerja, segera membuat pralidoksim dan Atropin. Namun, rumah sakit hanya mampu menyimpan sedikit dosis pralidoksim karena tingginya biaya produksi dan sulitnya bahan yang diperlukan.

“Pralidoksim adalah penawar untuk Sarin,” kata Tennari kepada Time. Sarin adalah racun gas saraf mematikan yang dianggap sebagai senjata pemusnah massal.

Akan tetapi, rumah sakit mampu membeli ribuan miligram Atropin yang jauh lebih murah. Atropin juga dapat digunakan untuk melawan kasus keracunan Sarin.

Zat-zat penawar racun ini membantu menyelamatkan beberapa nyawa dari serangan senjata kimia yang terjadi di Provinsi Idlib, Selasa (4/4). Tennari mengatakan, dia yakin serangan kimia yang digunakan adalah gas Sarin atau gas yang sangat serupa dengan Sarin.

Sebanyak 22 pasien rumah sakit yang dirawatnya pada Selasa (4/4), menunjukkan tanda-tanda yang jelas dari racun agen saraf Sarin. Gejala yang ditimbulkan yaitu kesulitan bernapas dan otot lemah.

Ia segera memberikan pralidoksim untuk lima korban yang paling parah dan mereka memberikan respon yang baik. Menurutnya, pralidoksim juga dapat digunakan sebagai pengobatan untuk racun agen saraf jenis lain, seperti Soman dan VX.

Managing Director Strongpoint Security Limited, yang juga seorang ahli senjata kimia, Dan Kaszeta, mengatakan tanda yang ada menunjukkan penyebab tewasnya korban adalah gas Sarin. Menurutnya, Presiden Suriah Bashar al-Assad tidak menggunakan klorin.

"Klorin benar-benar senjata kimia yang buruk. Klorin tidak hanya murah, tetapi dapat diakses dan tidak diatur sebagai bahan kimia yang dapat digunakan sebagai senjata," kata Kaszeta.

Pemerintah Suriah juga memiliki kemampuan untuk membuat racun VX. Agen saraf ini cukup mirip dengan Sarin, tapi VX menguap lebih lambat di daerah yang terkontaminasi.

“Jika Anda ingin membunuh banyak orang, tapi tidak ingin lama mencemari wilayah, Sarin adalah jawabannya,” kata Kaszeta.

Ia mengatakan, Saddam Hussein juga menggunakan Sarin untuk menyerang Kurdi di utara Irak. “Anda tidak melakukannya dengan gas mustard, Anda tidak melakukannya dengan VX dan Anda tidak dapat melakukan itu dengan klorin," ungkapnya.

Mantan Presiden AS Barack Obama mengatakan pada 2012 bahwa penggunaan senjata kimia di Suriah telah berada di “garis merah." Namun, bukannya mengambil tindakan militer setelah serangan kimia 2013, Obama justru menegoisasikan agar Suriah menandatangani Konvensi senjata kimia.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pemerintah Suriah bisa kembali melakukan serangan kimia. Menurut Kaszeta, mungkin pemerintah Suriah tidak memberikan seluruh senjata kimianya ke Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada 2013, atau Suriah telah membuat senjata kimia lebih.

“Mereka tidak kehilangan pengetahuan teknis mereka. OPCW tidak mengambil ilmuwan dan insinyur kimia mereka. Mereka mengambil beberapa bahan kimia dan menghancurkan beberapa laboratorium. Tapi pengetahuan masih ada," kata dia.

Kaszeta mengatakan meski tanda-tandanya merujuk kepada agen saraf Sarin, namun ia belum bisa memastikan hasil laboratorium. Pemerintah Suriah juga mungkin menggunakan Tabun, bahan kimia yang memiliki efek mirip dengan Sarin tapi jauh lebih mudah untuk didapatkan. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk membuat Sarin atau Tabun umumnya dilarang atau sangat terbatas di pasar dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement