Rabu 16 May 2018 19:06 WIB

OPCW Ungkap Bukti Temuan Senjata Kimia di Suriah

Klorin ditemukan dalam serangan pada Februari 2018.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Nur Aini
 Dalam file foto yang diambil pada 14 April 2018 tampak kendaraan PBB yang membawa tim Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), tiba di hotel beberapa jam setelah AS, Prancis dan Inggris meluncurkan serangan terhadap fasilitas Suriah pascaserangan senjata kimia terhadap warga sipil, di Damaskus, Suriah. OPCW berusaha untuk menyelidiki dugaan penggunaan bom kimia di kota Douma, Suriah. Tetapi para ahli OPWC belum dapat mengunjungi tempat kejadian.
Foto: AP Photo/Bassem Mroue
Dalam file foto yang diambil pada 14 April 2018 tampak kendaraan PBB yang membawa tim Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), tiba di hotel beberapa jam setelah AS, Prancis dan Inggris meluncurkan serangan terhadap fasilitas Suriah pascaserangan senjata kimia terhadap warga sipil, di Damaskus, Suriah. OPCW berusaha untuk menyelidiki dugaan penggunaan bom kimia di kota Douma, Suriah. Tetapi para ahli OPWC belum dapat mengunjungi tempat kejadian.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) mengumumkan pada Rabu (16/5) bahwa kemungkinan klorin digunakan sebagai senjata kimia dalam serangan di sebuah kota di Suriah. Serangan gas beracun itu terjadi pada Februari.

Sejalan dengan mandatnya, OPCW tidak mengatakan pihak mana di belakang serangan terhadap Saraqeb itu. Saraqeb terletak di wilayah yang dikuasai milisi di provinsi Idlib.

"Misi pencarian fakta oleh OPCW menetapkan bahwa klorin dilepaskan dari tabung dengan dampak mekanis di lingkungan Al Talil Saraqeb pada 4 Februari. Kesimpulan tim didasarkan pada penemuan dua silinder yang ditentukan seperti sebelumnya mengandung klorin," kata pengawas dalam sebuah pernyataan.

"Sampel lingkungan juga menunjukkan keberadaan klorin yang tidak biasa di lingkungan lokal," kata organisasi yang bermarkas di Den Haag itu, dikutip Asharq Alawsat.

Pada saat itu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan11 orang harus dirawat karena kesulitan bernapas pada 4 Februari, setelah serangan rezim Suriah di Saraqeb. Mohammad Ghaleb Tannari, seorang dokter di kota terdekat di provinsi Idlib, juga mengatakan kepada AFP pada saat itu bahwa rumah sakitnya telah merawat 11 orang. "Semua kasus yang kami terima memiliki gejala yang konsisten dengan menghirup gas klorin beracun, termasuk kelelahan, kesulitan bernapas, dan batuk," katanya.

OPCW mengatakan bahwa timnya telah mewawancarai para saksi. Mereka menemukan bahwa sejumlah pasien di fasilitas medis tidak lama setelah insiden menunjukkan tanda dan gejala konsisten dengan paparan klorin.

"Saya sangat mengutuk penggunaan bahan kimia beracun sebagai senjata oleh siapa pun, karena alasan apa pun, dan dalam keadaan apa pun," kata kepala OPCW Ahmet Uzumcu. "Tindakan seperti itu bertentangan dengan larangan tegas terhadap senjata kimia."

Tim pencari fakta OPCW saat ini juga sedang menunggu hasil dari misi sulitnya ke kota Douma, Suriah. Hal itu dilakukan setelah petugas medis dan penyelamat mengatakan 40 orang tewas dalam serangan klorin dan sarin pada 7 April.

Tim tersebut menggali mayat dan mengumpulkan lebih dari 100 sampel lingkungan yang sedang dianalisis di berbagai laboratorium yang ditunjuk OPCW.

Tim bersama OPCW-PBB untuk Suriah sebelumnya telah menyimpulkan bahwa rezim Suriah telah menggunakan agen saraf sarin dan klorin, membunuh, dan melukai ratusan warga sipil. Tim tersebut dibubarkan pada November menyusul veto Rusia di Dewan Keamanan PBB. Langkah itu meningkatkan ketegangan antara Moskow dan kekuatan Barat atas penggunaan senjata kimia di Suriah. Serangan kimia ke Douma pada April mendorong serangan rudal oleh Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris terhadap fasilitas senjata kimia di Suriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement