Sabtu 22 Apr 2017 14:13 WIB

Usai Referendum, Ini yang Bakal Dilakukan Erdogan

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, TURKI — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berencana akan melakukan kunjungan ke beberapa negara, termasuk bertemu dengan Donald Trump. Kunjungan tersebut dilakukan untuk merehabilitasi citra publiknya pasca referendum yang kontroverial.

Erdogan mengumumkan, dalam info grafis yang diterbitkan Badan Anadolu yang dikelola Negara, pada bulan Mei dia akan berkunjung ke beberapa Negara, seperti Cina, Rusia, India dan Amerika Serikat.

Namun, sebelum memulai kunjungan, Ahad (30/4/2017), dia dikabarkan akan mendarat di India untuk berbicara dengan pemimpin senior di sana. Erdogan juga dilaporkan akan bertemu dengan presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin secara pribadi.

Sebelumnya, Dewan pengawas pemilu Turki mengumumkan, upaya Endorgan untuk megubah pemerintah Turki dari sistem parlemen menjadi sistem presidensil, memberinya wewenang memperluas dan menghilangkan jabatan perdana menteri.

Pada Ahad (16/4), dari perhitungan suara sementara, sebanyak 51,4 persen pemilih menyatakan setuju, dan 48,63 menyatakan tidak setuju. Interaksi terakhir antara Trump dan Endorgan terjadi pada Ahad kemarin, ketika mereka berkomunikasi via telpon, membahas tentang perang sipil Suriah. Presiden Trump pun saat itu sempat mengucapkan selamat atas kemenangan referendum tersebut.

“Saya yakin Trump akan melakukan apa yang gagal dilakukan Obama dalam hal ini,” kata Erdogan dalam wawancara pada Breitbart, ketika ditanya tentang potensi ekstraski Gulen.

“Pemimpin teroris ini tinggal di sebuah negara, yang merupakan sekutu strategis kami, bukan hanya membuat saya kesal tapi juga bangsa Turki,” kata Erdogan.

Selain memastikan para pemimpin internasioanl menjaga hubungan mereka dengan pemerintahannya pasca referendum, Erdogan mengaku, memiliki beberapa syarat untuk memperbaiki tindak lanjut diplomatic dengan sejumlah Negara Eropa selama kampanye Referendum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement