Sabtu 22 Jul 2017 00:24 WIB

Utusan Khusus PBB Kecam Intimidasi Myanmar Terhadap Aktivis

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Kerusuhan etnis di Myanmar
Kerusuhan etnis di Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pelapor khusus dari PBB terkait situasi hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, Yanghee Lee, mengecam perlakuan otoritas Myanmar dalam jumpa pers di Yangon. Reuters, Jumat (21/7), melaporkan, Lee mengungkapkan pelbagai praktik intimidasi yang dilancarkan otoritas negara tersebut.

Para aktivis dan jurnalis yang bekerja di Myanmar, lanjut Lee, mengaku dibuntuti dan diperiksa sejumlah agen mata-mata Myanmar. Selain itu, Lee juga menegaskan adanya pembatasan akses masuk yang dilakukan pemerintah Myanmar.

Selama 12 hari, Lee dan tim mengunjungi Myanmar. Meskipun bertindak sebagai utusan PBB, akses untuk mereka kerap dihalang-halangi pemerintah Myanmar. Khususnya begitu akan memasuki kawasan timur-laut Myanmar, lokasi terjadinya kekerasan militer atas etnis Rohingya.

Salah satunya, Lee tidak diizinkan otoritas Myanmar untuk bertemu dengan tiga orang jurnalis yang ditahan sejak bulan lalu oleh militer setempat. Sebelumnya, ketiga insan pers itu dituding telah mengontak grup pemberontak, meskipun lokasi wawancaranya termasuk kawasan wisata yang lumrah.

“Saya harus katakan, saya kecewa karena melihat sendiri bagaimana praktik-praktik yang diterapkan dalam rezim lalu nyatanya dipakai pemerintahan kini,” ujar Yanghee Lee, Jumat (21/7).

Sebagai informasi, era junta militer di Myanmar telah berakhir sejak pemilihan umum demokratis pada 2015 silam. Pemilu itu memenangkan tokoh perempuan yang digadang-gadangkan sebagai pejuang HAM Myanmar, Aung San Suu Kyi. Namun, peraih Nobel Perdamaian 1991 itu cenderung menghindari internasionalisasi isu HAM yang mendera etnis mayoritas Muslim, Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement