Rabu 20 Sep 2017 19:36 WIB

Sekolah Australia Diskriminasi Anak Lelaki Pakai Sorban

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Turban. Ilustrasi
Foto: Reuters
Turban. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sebuah sekolah Australia mendiskriminasi anak laki-laki Sikh berusia lima tahun yang bernama Sidhak . Melton Christian School di Melbourne mencegah Sidhak untuk mendaftar karena dia memakai sorban.

Dilansir dari bbc.com, Rabu (20/9), kebijakan seragam Melton Christian School melarang penutup kepala non-Kristen untuk anak laki-laki. Tapi ayah Sidhak , Sagardeep Singh Arora, berpendapat, bahwa tindakan sekolah tersebut adalah diskriminasi secara tidak langsung.

Pengadilan memutuskan untuk mendukung Arora pada hari Selasa. Memiliki rambut yang tidak dipotong, atau kesh, adalah kepercayaan Sikh dan mengenakan patka adalah praktek keagamaan mereka..

Arora mengatakan,  bahwa dia terkejut dengan penolakan dari sekolah Australia tersebut. "Di negara maju seperti Australia, itu hanya mengejutkan," katanya.

Ia menjelaskan, orang Sikh yang mengenakan turban di kepolisian dan tentara di Australia begitu banyak, sehingga larangan bagi anak sekolah merupakan kebijakan yang tidak masuk akal.

Pengadilan Sipil dan Administrasi Victoria mengatakan, Sidhak telah dirugikan karena dia tidak dapat menghadiri sekolah yang dekat dengan rumah di mana sepupunya juga merupakan siswa.

Dalam pembelaannya, sekolah tersebut mengandalkan pembebasan undang-undang diskriminasi negara yang memungkinkan sekolah menerapkan kode berpakaian yang wajar bagi siswa setelah berkonsultasi dengan masyarakat. Namun, pengadilan mengatakan, bahwa kebijakan seragam tidak masuk akal karena ketika diperbaharui pada tahun 2014, mereka tidak mencerminkan pandangan masyarakat sekolah.

Lebih jauh lagi, pengadilan memutuskan kerugian yang dihadapi Sidhak jauh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh sekolah karena mempertahankan kebijakan seragamnya. Pengadilan tersebut menambahkan sementara Melton adalah sebuah sekolah Kristen, ia memiliki kebijakan pendaftaran terbuka. Lebih dari 50 persen komunitas sekolah tidak secara eksplisit mengidentifikasi sebagai orang Kristen.

"Tidak masuk akal untuk menerima aplikasi pendaftaran dari siswa agama non-Kristen hanya dengan syarat mereka tidak terlihat seperti mereka mempraktikkan agama non-Kristen," anggota VCAT Julie Grainger menemukan.

Dengan putusan pengadilakn akhirnya sekolah tersebut mengizinkan Sidhak mengenakan patka dengan warna seragam. Arora dan keluarganya mengaku sangat senang dengan putusan tersebut. "Kami yakin ini keputusan yang sangat bagus atas nama komunitas Sikh di Australia," katanya.

Dia dan istrinya akan mengadakan pertemuan formal dengan sekolah tersebut. Mereka berharap Sidhak bisa mulai bersekolah di tahun depan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement