Ahad 19 Nov 2017 08:00 WIB

Korut Tolak Tawaran Perundingan dari AS

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Elba Damhuri
Peluncuran rudal korut.
Foto: EPA
Peluncuran rudal korut.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG – Korea Utara (Korut) mengesampingkan tawaran perundingan dari Amerika Serikat (AS) ketika AS dan Korea Selatan (Korsel) masih melakukan latihan militer gabungan. Pada Jumat (17/11) waktu setempat, Duta Besar Korut untuk PBB Han Tae Song menepis sanksi baru yang diputuskan oleh Pemerintahan Donald Trump.

Langkah ini membuat Korut kemungkinan akan ditambahkan ke dalam daftar negara-negara yang mensponsori terorisme oleh AS. Han mengatakan, program senjata atom Pyongyang akan tetap menjadi penghalang bagi ancaman nuklir AS.

Sementara, Korsel dan AS sepakat terus berupaya untuk mengakhiri krisis nuklir Korut secara damai. “Selama ada kebijakan bermusuhan yang terus-menerus melawan negara saya oleh AS, dan selama ada permainan perang terus di depan pintu kami maka tidak akan ada negosiasi,” kata Han menanggapi tawaran negosiasi dari AS.

Menurut dia, saat ini ada latihan militer lanjutan yang menggunakan aset nuklir dan juga kapal induk. Termasuk, pengebom strategis yang kemudian melakukan semacam latihan militer untuk melawan Korut.

Han merupakan duta besar untuk Konferensi Pelucutan Senjata PBB di Jenewa yang membicarakan misi Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK). DPRK dan AS mempertanggungjawabkan kesepakatan nuklir 1994 yang kemudian hancur berantakan.

Han menegaskan, negaranya akan terus membangun kemampuan pertahanan diri sendiri. Termasuk, dengan poros kekuatan nuklir dan kemampuan untuk kemenangan melawan serangan, selama pasukan AS dan musuh mempertahankan ancaman nuklir.

Han mengaku tidak memiliki informasi kapan Korut akan menguji rudal balistik lagi, setelah uji coba terakhir pada dua bulan lalu. “Negara kami merencanakan penyelesaian akhir dan kekuatan nuklir,” katanya.

Sementara itu, Cina mengatakan, pada Kamis (15/11) waktu setempat, saran penangguhan ganda masih menjadi pilihan terbaik. Setelah Trump dan Presiden Cina Xi Jinping menolak kesepakan 'pembekuan untuk pembekuan'.

Namun, Han menyangsikan hal ini. Menurut dia, situasi yang saat ini terjadi jauh berbeda dari hal-hal itu. “Pemerintah AS tidak pernah menerima untuk menghentikan latihan militer gabungan. Jadi, jika mereka menerima hal-hal seperti itu maka kami akan memikirkan apa yang kami lakukan pada masa depan,” ujarnya.

Han juga menjelaskan, negaranya tidak dapat mempertimbangkan untuk meninggalkan program nuklirnya. Sebab, menurut dia, program nuklir negaranya tersebut dilakukan untuk mengatasi ancaman nuklir dari AS.

Berbicara mengenai sanksi lebih lanjut yang akan diumumkan oleh Trump terhadap Korut, Han menilai sanksi tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia skala besar. Keputusan sanksi ini juga menunda pengiriman bantuan dan barang konsumsi.

“Jelas bahwa tujuan dari sanksi tersebut adalah untuk menggulingkan sistem negara saya. Caranya dengan mengisolasi dan mencekiknya, serta sengaja membawa bencana kemanusiaan daripada mencegah pembangunan senjata, seperti yang diklaim oleh AS dan pengikutnya,” kata Han.

Ia mengaku tidak peduli dengan ancaman sanksi lebih lanjut dari pemerintahan Trump tersebut. Dia juga menegaskan, pihaknya tidak keberatan dengan apa pun yang akan dilakukan oleh Trump dan pemerintahannya dan telah siap menerima tindakan apa pun yang diambil oleh AS terhadap Korut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement